TIGA MENTALITAS DIPERLUKAN UNTUK
PEMBANGUNAN
Koentjaraningrat di dalam bukunya Manusia dan Kebudayaan di Indonesia mengambil kesimpulan bahwa pada
berbagai suku bangsa Indonesia masih terdapat mentalitas yang belum sejalan
dengan kebutuhan pembangunan bangsa. Menurut beliau mentalitas tersebut dapat
dikembangkan melalui proses pendidikan nasional. Adapun ketiga mentalitas yang
diperlukan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Kesadaran berkarya lebih baik.
2) Kebutuhan untuk menabung. 3) Disiplin tanpa dimandori. Ketiga sifat mental
yang harus dikembangkan melalui proses pendidikan tersebut sangat diperlu-kan
di dalam pembangunan bangsa. Yang pertama mengenai keasadaran berkarya sangat
diperlukan bagi bangsa yang sedang membangun. Bangsa yang berkarya artinya
bangsa yang tidak puas dengan apa yang telah dicapainya hari ini tetapi yang
terus-menerus ingin menciptakan sesuatu yang baru, yang lebih baik. Sikap
mental tersebut perlu digalakkan karena lingkungan alam yang kaya yang
cenderung membuat orang malas untuk berkarya lebih baik. Dalam hal ini
diperlukan kemampuan kreativitas dari manusia Indonesia untuk memanfaatkan dan
mengamankan kekayaan alamnya yang berlimpah dan kekayaan budaya Nusantara yang
beragam. Kesadaran berkarya yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan memang
telah diabaikan pada masa kolonial. Proses pendidikan pada masa kolonial adalah
mendidik putera-puteri Indonesia untuk menjadi pegawai negeri dan bukan menjadi
manusia yang berkarya, manusia entrepreneur. Proses belajar hanya diarahkan
kepada mendapatkan ijazah atau lulus dalam Ujian Nasional dan bukan melahirkan
manusia-manusia Indonesia untuk membangun. Akibatnya ialah banyak kekayaan alam
dan budaya Indonesia yang belum tereksploatir bahkan banyak yang dilarikan oleh
orang asing. Tinggallah manusia Indonesia yang merana dan miskin di tengah
kekayaan alam dan keragaman budayanya.
Tujuan pendidikan yang demikian, yang masih mendominasi
pendidikan nasional dewasa ini bukannya melahirkan manusia-manusia yang kritis
dan kreatif tetapi melahirkan manusia-manusia yang bermental pegawai. Akibatnya
ialah suatu masyarakat yang statis dan miskin. Kemiskinan bukan hanya
disebabkan karena ketiadaan modal tetapi juga karena kemiskinan tekad untuk
meningkatkan taraf hidupnya. Banyak bangsa miskin sumber daya alamnya namun
menjadi lebih makmur karena mempunyai tekad yang membaja untuk meningkatkan
kemampuan dalam mengurangi kemiskinan. Korea Selatan dibandingkan dengan Korea
Utara, tidak mempunyai kekayaan alam namun mempunyai kemauan yang besar untuk
meningkatkan taraf hidupnya.
Kurangnya sikap
menabung dalam masyarakat Indonesia antara lain disebabkan karena begitu baiknya
alam terhadap kehidupan masyarakat Indonesia sehingga kesadaran untuk menabung
dalam rangka peningkatan taraf kehidupannya di masa depan belum merupakan suatu
kebutuhan. Padahal kehidupan masa depan yang lebih menantang dibandingkan
dengan masa kini mengharuskan suatu masyarakat untuk mempunyai sikap suka
menabung. Apalagi dalam era globalisasi dewasa ini orang cenderung digoda oleh
sikap konsumerisme dan hedonisme yang bisa mematikan kesadaran untuk membangun
masa depan dengan cara membudayakan sikap suka menabung. Sikap negatif ini
tentunya berbahaya bagi kehidupan masyarakat di masa depan untuk hidup di dalam
dunia yang berubah serba cepat sehingga meminta kesadaran pada setiap
anggotanya untuk berjaga-jaga menghadapi berbagai masalah dan memanfaatkan
peluang-peluang yang terbuka.
Mengenai sikap untuk
bekerja dengan disiplin tanpa dimandori, sikap tersebut telah lahir sejak masa
kolonial ketika bangsa Indonesia adalah semata-mata sebagai buruh rendahan
dalam struktur kehidupan kolonial. Pada masa itu orang bekerja karena dipaksa
bukan karena tuntutan kehidupan. Bekerja karena paksaan menuntut pekerjaan
seorang mandor. Para mandor (man at the door) bertugas untuk menjaga, mecambuki
atau menghukum para pekerja yang malas. Bekerja bukan merupakan ibadah tetapi
merupakan suatu paksaan. Pembangunan masyarakat Indonesia memerlukan
manusia-manusia pekerja bukan sebagai
buruh paksaan tetapi suatu ibadah untuk membangun bangsa. Perjuangan
kemerdekaan Indonesia bertujuan untuk membuat bangsa Indonesia sebagai bangsa
yang cerdas. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang cerdas di dalam kehidupan
akalnya, kehidupan ekonominya dan kehidupan sosialnya.
Apakah sikap mental
dan usul Prof. Koentjaraningrat telah mulai dilaksanakan di dalam sistem
pendidikan nasional? Sesudah 68 tahun merdeka tampaknya apa yang diharapkan
oleh Koentjaraningrat masih jauh panggang dari api. Pendidikan nasional kita
kehilangan arah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar