ALTERNATIF FILSAFAT BARAT DAN FILSAFAT TIMUR DALAM PROSES BELAJAR
Dalam dunia yang semakin terbuka abad ke-21 membedakan
kehidupan Barat dan Timur secara fisik maupun secara virtual menjadi tidak
mungkin meskipun keberadaan manusia di dunia ini ikut ditentukan oleh lokalitas
keberadaannya di bumi ini. Percam-puran antara Timur dan Barat telah merupakan
suatu yang niscaya, namun tetap manusia tidak kehilangan identitasnya di dalam
kaitannya dengan budaya lokal yang membesarkannya. Tonggak-tonggak budaya lokal
termasuk filsafat Timur merupakan unsur-unsur yang membentuk kesadaran bahkan
ketidaksa-daran kolektif yang membentuk watak suatu kelompok masyarakat atau
bangsa. Sebagai contoh misalnya seorang filsuf Barat Martin Heidegger di dalam
bukunya yang terkenal Sein
und Zeit (Being and Time) yang diterbit-kan tahun 1927 mengemukakan
mengenai keberadaan manusia (being) sebagai terlempar di dunia ini (being here,
being there). Artinya keberadaan manusia (das sein) menolak perbedaan antara obyek dan subyek. Das sein bukan hanya dekat kepada kita,
keberadaan yang terlempar di dunia ini. Dalam bahasa Jerman keberadaan itu
adalah kesatuan antara obyek dan subyek atau kesatuan antara manusia dengan
dunia yang disebutnya umwelt atau dunia sekitar kita. Dunia
sekitar kita bukan saja ada sekitar kita tetapi juga ada untuk kita (present at
hand and ready to hand).
Dengan melihat dunia sekitar sebagai
ada maka kita berpikir dalam rangka untuk menelitinya, menganalisanya dan
seterusnya. Dengan singkat das
sein tidak terlepas
dari umwelt atau manusia bukanlah suatu obyek
dari dunia sekitarnya ia adalah bagian dari dunia sekitarnya. Konsep Heidegger
mengenai umwelt tersebut kira-kira sejajar dengan
pandangan dunia Timur yang dapat dipresentasikan dengan konsep Yin and Yang. Prinsip Yin and Yang yang berasal dari falsafah Taoisme merupakan filsafat
dialektik antara manusia dengan dunia –yang satu tidak dapat dipisahkan dengan
yang lain. Seperti yang digambarkan di dalam simbol Yin and Yang, universe merupakan suatu dinamika perubahan. Universe digambarkan sebagai dua ekor ikan yang satu putih
yang satu hitam yang menunjukkan kedudukan yang bersamaan dan bertentangan.
Bangsa-bangsa Asia telah menunjukkan di dalam kehidupannya selama beradab-abad
berdasarkan simbol Yin and Yang yang menempatkan diri di dalam makanan, musik,
tari-tarian, olah raga, pengobatan. Simbol ini pula menunjukkan bagaimana orang
Asia lebih bersifat toleransi terhadap perubahan, menghadai berbagai jenis
kontradiksi serta interkoneksi di dalam kehidupan bersama. Itu sebabnya juga
mengapa dalam kebudayaan Asia dikenal bukan hanya bahasa yang tampak tetapi
juga bahasa yang tidak tampak. Kelemahan-nya ialah di belakang kata “setuju”
sebenarnya terletak ketidaksetujuan.
Demikianlah beberapa
cuplikan mengenai bagaimana filsafat Barat dan filsafat Timur melihat mengenai
proses belajar serta unsur-unsur yang positif maupun negatif yang terdapat pada
masing-masing falsafah tersebut. Mengulangi pendapat Anthony Giddens apakah
antara kiri dan kanan, falsafah Barat dan Falsafah Timur, ditujukan kepada satu
pertanyaan ialah apakah pandangan masing-masing tersebut bermanfaat bagi
kemanusiaan? Demikian pula pokok diskusi kita apakah filsafat Timur atau
filsafat Barat yang akan dijadikan sebagai titiktolak untuk meningkatan
martabat manusia. Pandangan-pandangan yang tampaknya saling bertentangan
tersebut tentunya masing-masing mempunyai nilai positif dan negatif dan oleh
sebab itu sudah sewajar-nyalah apabila kita mencari jalan ketiga atau
alternatif dari pandangan filsafat Timur dan filsafat Barat dalam memberikan
jawaban terhadap tiga pertanyaan Koentjaraningrat. menurut pendapat penulis
baik filsafat Barat maupun filsafat Timur tidak dapat sepenuhnya memberikan
jawaban yang memuaskan bagi ketiga pertanyaan itu. Penulis
mencoba pada bagian terakhir dari tulisan ini menyuguhkan jalan ketiga di dalam
pembentukan karakter bangsa dalam rangka memberikan jawaban kepada tiga
mentalitas yang dikemukakan oleh Prof. Koentjaraningrat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar