FILSAFAT
PENDIDIKAN DAN SUMBER DAYA MANUSIA
Dari
sudut pandang potensi yang dimiliki itu, manusia dinamakan dengan berbagai
sebutan. Dilihat dari potensi inteleknya manusia disebut homo intelectus.
Manusia juga disebut homo faber, karena manusia memiliki kemampuan untuk
membuat beragam barang atau peralatan. Kemudian manusia pun disebut sebagai
homo sacinss atau homo saciale abima, karena manusia adalah makluk
bermasyarakat. Di lain pihak, manusia juga memiliki kemampuan merasai,
mengerti, membedabedakan, kearifan, kebijaksanaan, dan pengetahuan. Atas dasar
adanya kemampuan tersebut, manusia disebut homo sapiens (K. Prent, CM, J.
Adisubrata, W.M. Poerwadarminta, 1969: 322-764).
Filsafat
pendidikan, seperti dikemukakan Imam Barnadib, disusun atas dua pendekatan.
Pendekatan pertama bahwa filsafat pendidikan diartikan sebagai aliran yang
didasarkan pada pandangan filosofis tokohtokoh tertentu. Sedangkan pandangan
kedua adalah usaha untuk menemukan jawaban dari pendidikan beserta
problema-problema yang ada yang memerlukan tinjauan filosofis (Imam Barnadib:
7).
Dari pendekatan
pertama, terkait dengan kualitas potensi manusia, terdapat tiga aliran
filsafat. Pertama, aliran naturalisme, yang menyatakan bahwa manusia memiliki
potensi bawaan (natur) yang dapat berkembang secara alami, tanpa memerlukan
bimbingan dari luar (lingkungan). Secara alami manusia akan bertambah dan
berkembang sesuai dengan kodratnya masing-masing. Tokoh aliran ini adalah Jean
Jacques Rosseau.
Kedua,
aliran empirisme. Menurut aliran ini, manusia tumbuh dan berkembang atas
bantuan atau karena adanya intervensi lingkungan. Tanpa ada pengaruh luar,
manusia tidak akan berkembang. Manusia dianggap sebagai mahluk pasif tanpa
potensi bawaan. Manusia ditentukan bagaimana lingkungan mempengaruhinya. Jika
lingkungan baik maka akan menjadi baik. Sebaliknya jika lingkungan buruk
manusia akan menjadi buruk pula. Tokoh aliran ini adalah Schopenhauer.
Ketiga
aliran Konvergensi, yang memiliki pandangan gabungan antara naturalisme dan
empirisme. Menurut aliran ini manusia secara kodrati telah dianugrahi potensi
yang disebut bakat. Namun agar potensi
itu dapat tumbuh dan berkembang dengan baik perlu adanya pengaruh dari luar
berupa tuntunan dan bimbingan melalui pendidikan. Bakat hanyalah kemampuan atau
potensi dasar. Pertumbuhan dan perkembangan tergantung dari pemeliharaan atau
pengaruh lingkungan. Tokoh aliran ini adalah John Locke.
Ketiga
aliran tersebut kemudian menjadi dasar pemikiran tentang manusia dalam kaitan
dengan problema pendidikan. Namun, Kohnstamm menambah faktor kesadaran sebagai
faktor keempat. Dengan demikian, menurutnya, selain faktor dasar (natur) dan
faktor ajar (empiri), yang kemudian dikovergensikan, masih perlu adanya faktor
kesadaran individu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar