KEJADIAN DAN TAKDIR
Kejadian-kejadian dalam
hidup ini sudah ditentukan oleh Allah. Argumentasi pernyataan ini dapat muncul
dalam rumusan berikut ini: karena Allah
adalah Mahakuasa maka pastilah Ia mampu menentukan kejadian-kejadian sebelum
kejadian-kejadian itu sendiri. terjadi.
Zenon (333 - 262 SM) adalah seorang filsuf Yunani kuno pendiri aliran
filsafat Stoa. Nama Stoa diambil dari
kata Yunani Stoa poikile atau tiang-tiang
pilar penuh hiasan yakni tempat para filsuf berkumpul dan berdiskusi. Para
pengikut aliran stoa atau Kaum Stoa sudah mendiskusikan masalah takdir yang
kemudian menyulut perdebatan di antara para filsuf sezamannya. Beberapa
pendapat dan ajaran kaum stoa, antara lain:
1.
Segala sesuatu telah ditetapkan oleh
Sang Pencipta, yang menentukan keteraturan segala sesuatu dengan mantap dan
mengarahkannya pada tujuan yang telah ditetapkan sejak semula. Keteraturan yang
mantap segala sesuatu ini disebutnya sebagai takdir/nasib, sedangkan keterarahan segala sesuatu pada tujuan yang
telah ditetapkan oleh Sang Pencipta disebut sebagai penyelengaraan.
Selanjutnya, dalam jagad raya tidak ada sesuatu pun bisa luput dari keberlakuan
mutlak hukum takdir ini.
2.
Ada ajaran tentang keharusan mengikuti
hukum takdir ini dimana manusia hendaknya mengikuti saja suratan takdir dan
penentuan nasib bagi dirinya. Dengan demikian ia akan mencapai keselarasan
dengan takdirnya akan membawanya kepada kebahagiaan. Kalau pun manusia mencoba
melawan hukum takdir, usaha itu tak akan berhasil, karena akibatnya ia akan
susah sendiri. Jadi hukum takdir itu harus ditaati, terlepas dari perasaan
senang atau tidak senang, menguntungkan atau merugikan.
3.
Kebebasan manusia tidak berarti bahwa
manusia bebas dari takdir melainkan bahwa ia secara sadar dan rela menyesuaikan
diri dengan hukum alam yang tidak terelakkan itu. Bila manusia telah menerima
dengan sadar dan rela apa yang telah disuratkan padanya oleh takdir, maka tidak
akan terjadi sesuatu yang melawan kehendaknya. Dengan kata lain ia seluruhnya
bebas, sebab ia telah menentukan dirinya sendiri dan tidak merasakan hukum alam
sebagai unsur luar dirinya melainkan sebagai unsur yang telah menyatukan dengan
dirinya.
4.
Tujuan hidup kaum Stoa adalah hidup selaras
dengan takdir. Untuk mencapai tujuan itu, orang yang bijaksana akan membebaskan
dirinya dari segala kecenderungan dan dorongan tak teratur. Orang yang hidup
tanpa nafsunafsu yang menggoncangkan akan mengalami ketenangan hidup. Jika
upaya ini berhasil, nikmat atau sakit
baginya sama saja. Dalam penderitaan, Kaum Stoa masih bisa merasa
kesejukan dan ketenangtentraman hati.
5.
Dalam kehidupan sehari-hari dapat saja
terjadi orang dihadapkan pada pilihan-pilihan yang tidak dapat di terima karena
secara emosional ia tidak mampu lagi menanggungnya. Misalnya, suatu niat penuh
tanggung jawab untuk memperbaiki sistem admisnistrasi negara tetapi menemui
jalan buntu. Berhadapan dengan situasi itu, Kaum Stoa menawarkan pilihan
terakhir, bunuh diri! Daripada mengambil sikap yang tidak sesuai dengan
keseimbangan batin dan takdir maka lebih baik bunuh diri dengan sepenuh
kesadaran dan dengan segala ketenangan. Ajaran itu bahkan dipraktekkan oleh
Zenon sendiri dengan bunuh diri lantaran mengalami luka berat setelah jatuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar