Minggu, 20 November 2016

KEJADIAN DAN TAKDIR

KEJADIAN DAN TAKDIR

Kejadian-kejadian dalam hidup ini sudah ditentukan oleh Allah. Argumentasi pernyataan ini dapat muncul dalam rumusan berikut ini:  karena Allah adalah Mahakuasa maka pastilah Ia mampu menentukan kejadian-kejadian sebelum kejadian-kejadian itu sendiri. terjadi.  Zenon (333 - 262 SM) adalah seorang filsuf Yunani kuno pendiri aliran filsafat Stoa. Nama Stoa diambil dari kata Yunani Stoa poikile atau tiang-tiang pilar penuh hiasan yakni tempat para filsuf berkumpul dan berdiskusi. Para pengikut aliran stoa atau Kaum Stoa sudah mendiskusikan masalah takdir yang kemudian menyulut perdebatan di antara para filsuf sezamannya. Beberapa pendapat dan ajaran kaum stoa, antara lain:
1.             Segala sesuatu telah ditetapkan oleh Sang Pencipta, yang menentukan keteraturan segala sesuatu dengan mantap dan mengarahkannya pada tujuan yang telah ditetapkan sejak semula. Keteraturan yang mantap segala sesuatu ini disebutnya sebagai takdir/nasib, sedangkan keterarahan segala sesuatu pada tujuan yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta disebut sebagai penyelengaraan. Selanjutnya, dalam jagad raya tidak ada sesuatu pun bisa luput dari keberlakuan mutlak hukum takdir ini.
2.             Ada ajaran tentang keharusan mengikuti hukum takdir ini dimana manusia hendaknya mengikuti saja suratan takdir dan penentuan nasib bagi dirinya. Dengan demikian ia akan mencapai keselarasan dengan takdirnya akan membawanya kepada kebahagiaan. Kalau pun manusia mencoba melawan hukum takdir, usaha itu tak akan berhasil, karena akibatnya ia akan susah sendiri. Jadi hukum takdir itu harus ditaati, terlepas dari perasaan senang atau tidak senang, menguntungkan atau merugikan.
3.             Kebebasan manusia tidak berarti bahwa manusia bebas dari takdir melainkan bahwa ia secara sadar dan rela menyesuaikan diri dengan hukum alam yang tidak terelakkan itu. Bila manusia telah menerima dengan sadar dan rela apa yang telah disuratkan padanya oleh takdir, maka tidak akan terjadi sesuatu yang melawan kehendaknya. Dengan kata lain ia seluruhnya bebas, sebab ia telah menentukan dirinya sendiri dan tidak merasakan hukum alam sebagai unsur luar dirinya melainkan sebagai unsur yang telah menyatukan dengan dirinya.
4.             Tujuan hidup kaum Stoa adalah hidup selaras dengan takdir. Untuk mencapai tujuan itu, orang yang bijaksana akan membebaskan dirinya dari segala kecenderungan dan dorongan tak teratur. Orang yang hidup tanpa nafsunafsu yang menggoncangkan akan mengalami ketenangan hidup. Jika upaya ini berhasil, nikmat atau sakit  baginya sama saja. Dalam penderitaan, Kaum Stoa masih bisa merasa kesejukan dan ketenangtentraman hati.
5.             Dalam kehidupan sehari-hari dapat saja terjadi orang dihadapkan pada pilihan-pilihan yang tidak dapat di terima karena secara emosional ia tidak mampu lagi menanggungnya. Misalnya, suatu niat penuh tanggung jawab untuk memperbaiki sistem admisnistrasi negara tetapi menemui jalan buntu. Berhadapan dengan situasi itu, Kaum Stoa menawarkan pilihan terakhir, bunuh diri! Daripada mengambil sikap yang tidak sesuai dengan keseimbangan batin dan takdir maka lebih baik bunuh diri dengan sepenuh kesadaran dan dengan segala ketenangan. Ajaran itu bahkan dipraktekkan oleh Zenon sendiri dengan bunuh diri lantaran mengalami luka berat setelah jatuh.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar