Jumat, 18 November 2016

PARADOK MATEMATIKA



PARADOK MATEMATIKA

Matematikawan adalah mahluk yang cerdik dan tidak bersedia menerima jika (re)konstruksinya gagal. Memilih menyembunyikan kontradiksi-kontradiksi tersebut dengan sebuah penghalusan atau eufemisne, bahwa yang terjadi bukanlah kontradiksi tetapi paradok, merupakan pilihan cerdas yang dapat dilakukan. Semacam anomali. Dengan kecerdikan yang demikian matematika tetap berjaya, terbebas dari segala kesalahan dan tentunya terbebas dari kontradiksi.
Paradok antara lain muncul dari dialog Socrates dengan Plato berikut ini (Sembiring, 2010). Socrates: ”Apa yang berikut ini akan dikatakan oleh Plato adalah salah.” Plato mengatakan: ”Yang barusan dikatakan Socrates benar.” Contoh yang cukup populer adalah paradok Zeno (± 450 SM) yang menemukan adanya kesulitan mengenai ide kuantitas kecil tak berhingga sebagai penyusun besaran kontinu. 
Zeno mencoba membuktikan bahwa pergerakan ke arah kecil tak berhingga adalah khayalan. Paradok Zeno mengenai ’Achiles si Gesit’ begitu terkenal dan memukau ke arah penelusuran konsep ketakberhinggan. Kata Zeno, yang lebih lambat tidak dapat disalip oleh yang lebih cepat, sehingga Achiles si Gesit tidak akan mampu menyalip atau mendahului kuya. 
Paradok ini tidaklah menyatakan bahwa dalam praktek lomba lari yang sebenarnya Achiles tidak dapat menyalip kura-kura, tetapi memberi gambaran bagaimana terbatasnya pemikiran dalam logika formal matematika.
Upaya menyelesaikan berbagai paradok menyebabkan terpecahnya matematikawan ke dalam beberapa arus pikiran atau filsafat. Lahirlah faksi-faksi dan aliran-aliran dalam filsafat matematika, yang saling berbeda dan saling tidak mau menerima satu sama lain. 
Menyembunyikan kontradiksi dalam paradok tidak selalu membuat pekerja matematika dapat tidur dengan nyenyak. Matematikawan juga adalah mahluk yang tidak dapat menipu dirinya sendiri. Kontradiksi tetaplah kontradiksi, bersifat mengurangi nilai keindahan matematika, meskipun diperhalus terusmenerus. Secara eksternal matematikawan menyatakan matematika bebas dari kontradiksi, tetapi diam-diam mereka melanjutkan pekerjaan menyelesaikan berbagai kontradiksi tersebut, dan memastikan bahwa penyelesaian yang dilakukannya tidak akan menimbulkan kontradiksi baru, sehingga konsistensi matematika tetap tegak berdiri, bendera matematika berkibar di tiang tertinggi dengan lantang dan gagah berani menatap langit biru, tidak akan pernah berkibar setengah tiang dan malu-malu.
Para matematikawan mencoba menyelesaikan masalah-masalah tersebut, membuang kontradiksi dan mengembangkan sistem matematika baru yang kebal salah. Mereka membuat rekonstruksi baru atas struktur logika matematika, dan mulai meninggalkan kepercayaan pada disain alam semesta yang matematis. Meskipun merupakan suatu kebenaran bahwa matematika telah tersedia di alam semesta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar