Jumat, 11 November 2016

METAFISIKA DAN PENDIDIKAN YANG REALISTIS



METAFISIKA DAN PENDIDIKAN YANG REALISTIS


Prinsip dasar dari filosofis yang realistis adalah segala persoalan yang benar-benar nyata. Lembah-lembah, pepohonan, kota-kota dan bintang-bintang bukanlah ide yang ada dalam pikiran kita tentang mengidentifikasikan seorang individu, atau mungkin dalam pikiran seorang peneliti sekalipun. Hal tersebut ada dalam pikiran itu sendiri. Walaupun seorang realis setuju tentang realitas dari suatu persoalan, mereka tidak setuju dalam beberapa hal lain dan juga mungkin saja terbagi kedalam berbagai persoalan. Saat ini pengelompokan yang utama yaitu “rational realism” dan lainnya yaitu  “natural” atau “Scientific realism”.
Rational realism, kebiasaan atau tradisi ini biasanya dibagi kedalam “classical realism” dan “religious realism”. Bentuk utama dari religious realism (realism keagamaan) adalah “Scholosti realism” ( sistem filsafat di Eropa pada abad pertengahan), yang merupakan filsafat resmi dari gereja katolik Romawi.
 Kedua sistem tersebut menghasilkan pengaruh terhadap seorang filsafat dari athena yaitu Aristoteles. Tetapi karena seorang realis kuno berpegang terhadap aristoteles, berbeda dengan sistem Scholastic yang berpegangan terhadap St.Thomas Aquinas, karena pengekangan akan doktrin dari Aristoteles terhadap Theologi dari gereja tersebut, Aquinas membuat suatu filsafat baru bagi orang Kristen, yang kemudian dikenal dengan “Thomisan (paham Thomisme),” terlihat dengan jelas tentang perubahan platonisme dengan banyaknya Ologians pada saat itu.
 Realis kuno dan keagamaan setuju bahwa material dari dunia adalah nyata dan ada diluar pikiran dari siapa saja yang meneliti hal tersebut. Sesorang yang manganut paham Thomas (Thomistis), bagaimanapun juga mempertegas bahwa keduanya yaitu bentuk dan semangat diciptakan oleh Tuhan, yang mana telah dirancang secara teratur dan secara rasional diluar dari kebijaksanaan tertinggi dan karena kebaikannya. Kenyataan bahwa Tuhan menciptakan alam semesta adalah untuk membuktikan kekuatannya, kata Thomas, semua hal yang suci tercipta haruslah nyata. Meskipun tidak harus seperti nyata dari aslinya, walaupun demikian semangat adalah lebih penting, ini merupakan semangat dan sempurna dalam hal apa saja. Bagaimana seorang Thomas tahu tentang ini? Dengan wahyu (dalam kitab perjanjian baru) ramalan, dan ajaran dari Yesus Kristus, yang mana semua hal tersebut menginformasikan bahwa kata-kata Tuhan adalah untuk semua umat manusia. Tetapi pengetahuan mereka, juga dicapai denan maksud lain daripada kesetiaannya terhadap Tuhan; mereka mendapatkannya dari pengalaman dan alasannya, yang dimana digunakan untuk tidak bertentangan dengan kesetiaan, tetapi untuk mendukungnya atau menyemangatinya. Thomas juga menyatakan bahwa seorang laki-laki merupakan suatu penggabungan dari material dan spritual, dengan badan dan jiwa membentuk satu sifat atau pembawaan kita bebas, dia berkata dan bertanggung jawab terhadap perilaku kita; tetapi kita juga abadi, telah ditempatkan dibumi untuk mencintai dan menghormati pencipta kita dan juga mendapatkan kebahagiaan yang abadi.  Paham Realis yang ilmiah dan Alamiah, ini merupakan cabang dari paham filsafat yang realis disertai dengan meningkatnya akan ilmu pengetahuan di Eropa selama abad 15 dan 16. Hal ini ditandai dengan munculnya juru bicara seperti Francis Bacon, Jhon Locke, David Hume dan John Struat Mill. Pada abad ini yaitu terdiri dari Ralph Barton Perry, Alfred North Whitehead dan Bertrand Russell.
 Secara skeptik dan ekperimental, paham realisme yang alamiah mempertahankan bahwa ilmu filsafat harus mencari untuk menuruti atau mencontoh kekakuan dan keobjektifitasan dari ilmu pengetahuan. Disaat dunia mengelilingi kita secara nyata, hal ini merupakan tugas dari ilmu pengetahuan daripada seorang filosof untuk menyelidiki seluruh sifatnya; fungsi dari filsafat itu sendiri adalah untuk mengkoordinasikan konsepkonsep dan penemuan-penemuan dari ilmu pengetahuan yang berbeda. Ciri-ciri utama yang paling signifikan dari alam semesta yaitu bahwa hal tersebut terjadi secara permanen dan abadi. Perubahan merupakan hal yang nyata, tetapi hal ini mengambil tempat sesuai dengan hukum yang permanen dari alam, dimana hal itu memberi alam semesta suatu struktur yang berkelanjutan. Dunia yang abadi merupakan hal yang berlawanan dengan munculnya perubahan atau mungkin saja penilaian. Realis yang alamiah yang salah satunya menyangkal hadirnya suatu alam spiritual atau hal lain yang mempertahankan bahwa dengan hadirnya hal tersebut tidak bisa dibuktikan, sehingga hal tersebut secara ilmu filsafat tidaklah penting.
 Realis alamiah menyatakan bahwa manusia adalah suatu organisme biologi dengan sistem perkembangan kecemasan yang sangat tinggi dan suatu makhluk sosial yang telah tersusun. Tidak ada alasan untuk mendukung bahwa suatu hasil kebudayaan berdasar atas suatu penyebaran atau lebih dikenal sebagai hasil pemikiran atau jiwa. Apa yang kita sebut dengan “thought (pemikiran)”adalah merupakan suatu fungsi komplek yang tinggi dari suatu organisme yang dimana berhubungan terhadap lingkungannya- persis dalam bentuk apa saja, meskipun bukan dalam tingkatan, terhadap beberapa fungsi-fungsi yang lainnya sebagai pernapasan, penggabungan, dan metabolisme. Kebanyakan ilmuwan yang realis menyangkal adanya keinginan yang bebas; mereka beralasan bahwa setiap individu ditentukan oleh adanya pengaruh lingkungan sosial dan fisik didalam struktur genetiknya. Apa yang terlihat bebas dari memilih adalah penentuan yang secara kebetulan.
 Ketika secara realis melihat dunia ada/hadir tidak tergantung terhadap manusia dan hampir seluruhnnya ditentukan oleh hukum dimana kita hanya memiliki kontrol yang kecil, sekolah harus memindahkan suatu inti utama dari suatu subjek yang dimana akan memperkenalkan murid dengan dunia disekelilingnya. Seorang realis katolik menambahkan bahwa ketika teratur dan harmonisnya alam semesta, itu merupakan hasil dari “Divine (bersifat ketuhanan)”, kita harus mempelajari sifat dari hasil ciptaan Tuhan. Menurut pandangannya tujuan utama dari pendidikan adalah untuk mempersiapkan setiap individu untuk menjalani kehidupan selanjutnya. Bagi realis kuno, tujuan pendidikan adalah untuk melatih murid agar menjadi seorang yang intelektual dan berwawasan luas,agar bisa melawan seseorang yang berwawasan sempit yang dengan gampangnya menilai terhadap keadaan fisik dan lingkungannya. Spontanitas dan kreatifitas seseorang harus dihargai sebagaimana mestinya dengan berbagai macam pandangan filsafat, tetapi produk dari sifat yang sukar yang dipahami ini merupakan suatu subjek penelitian yang terbaru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar