Jumat, 11 November 2016

SISTEM NILAI DALAM KEHIDUPAN MANUSIA



SISTEM NILAI DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

Sistem merupakan suatu himpunan gagasan atau prinsip-prinsip yang saling bertautan, yang bergabung menjadi suatu keseluruhan. Nilai akan selalu muncul bila manusia mengadakan hubungan sosial atau bermasyarakat Ilmu yang mempelajari hakikat manusia disebut antropologi filsafat. Dalam hal ini, ada empat aliran yang akan dibahas. Pertama, aliran serba zat. Aliran ini mengatakan yang sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau materi. Alam ini adalah zat atau materi dan manusia adalaha unsur dari alam maka dari itu manusia adalah zat atau materi (Ibid, 1991).
Kedua aliran serba-ruh. Aliran ini berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ini ialah ruh. Sementara adalah manifestasi dari ruh. Menurut fiche, segala sesuatu yang ada (selain ruh) dan hidup ini hanyalah perumpamaan, perubahan, atau penjelmaan dari ruh ( Gazalba, 1992:288). Dasar pikiran aliran ini ialah bahwa ruh lebih berharga, lebih tinggi nilainya daripada materi. Missal: betapapun kita mencintai seseorang , jika ruhnya terpisah dari badannya, maka materi/ jasadnya tidak ada artinya lagi. Dengan demikian aliran ini menganggap ruh itu ialah hakikat, sedangkan badan ialah penjelmaan atau bayangan.
Ketiga, aliran dualisme. Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakikatnya terdiri dari dua subtansi, yaitu jasmani dan rohani. Kedua subtansi ini masing-masing merupakan unsur asal, yang adanya tidak tergantung satu sama lain. Jadi badan tidak berasal dari ruh dan ruh tidak berasal dari badan. Perwujudannya manusia tidak serbadua, jasad dan ruh. Antara badan dan ruh terjadi sebab akibat keduanya saling mempengaruhi. Keempat aliran eksitensialisme. Aliran filsafat modern berpandangan bahwa hakikat manusia merupakan eksitensi dari manusia.
Hakikat manusia adalah apa yang menguasai manusia secara menyeluruh.  Disini, manusia dipandang tidak dari sudut serba-zat atau serba-ruh atau dualisme, tetapi dari segi eksitensi manusia di dunia ini dengan manusia lain.
a.               Bentuk dan tingkat-tingkat nilai
Menurut Burbecher, nilai itu dibedakan dalam dua bagian, yaitu nilai instrinsik dan nilai instrumental. Nilai instrumental adalah nilai yang dianggap baik  karena bernilai untuk yang lain. Nilai instrinsik adalah yang dianggap baik, tidak untuk sesuatu yang lain , melainkan di dalam dirinya sendiri.
Adapun tingkat perkembangan nilai menurut Auguste Comte, itu terbagi menjadi tiga, yaitu tingkat teologis, tingkat metafisik, dan tingkat positif. Tingkat teologis adalah tingkat pertama, selanjutnya tingkat metafisik, dan sebagai tingkat yang paling atas adalah apabila manusia telah menguasai pengetahuan  eksakta yang berarti manusia telah mencapai tingkat positif (Mohammad Noor Syam, 1986:132). Pada umumnya masyarakat menganut pendapat bahwa hierarki nilai dalam kehidupan manusia itu identik dengan hierarki tingkat-tingkat kebenaran , sebab kebenaran ialah nilai itu sendiri.
b.               Nilai-nilai pendidikan dan tujuan pendidikan
Menurut Muhammad Noor Syam, pendidikan secara praktis tak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai, terutama yang meliputi kualitas kecerdasan, nilai ilmiah, nilai moral, dan nilai agama yang kesemuanya tersimpul dalam tujuan pendidikan, yakni membina kepribadian ideal.
Tujuan pendidikan, baik itu pada isinya ataupun rumusannya, tidak mungkin kita tetapkan tanpa pengertian dan pengetahuan yang tepat  tentang nilai-nilai.
Sedangkan menurut aristoteles, tujuan pendidikan hendaknya dirumuskan sesuai dengan tujuan didirikannya suatu Negara (Rapar, 1988:40). Dengan demikian dapat diambil suatu pengertian bahwa nilai pendidikan bisa dilihat dari tujuan pendidikan yang ada. 
c.           Etika jabatan
Kewajiban mendidik merupakan panggilan sebagai moral tiap manusia. Yang jelas kaum professional ialah mereka yang telah menempuh pendidikan relative cukup lama dan mengalami latihanlatihan khusus. Oleh karena itulah, dalam pendidikan seorang guru harus mempunyai asas-asas umum yang universal yang dapat dipandang sebagai prinsip umum, seperti:
1)   Melaksanakan kewajiban dasar good will atau itikad baik, dengan kesadaran pengabdian;
2)   Memperlakukan siapa pun, anak didik sebagai pribadi yang sama dengan pribadinya sendiri;
3)   Menghormati perasaan tiap orang;
4)   Selalu berusaha menyumbangkan ide-ide, konsepsi,-konsepsi dan karya-karya (ilmiah) demi kemajuan bidang kewajibannya;
5)   Akan menerima haknya semat-semata sebagai kehormatan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar