Minggu, 06 November 2016

SUDUT PANDANG FILSAFAT



SUDUT PANDANG FILSAFAT


Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan. Namun, tidak dapat dibalik bahwa kumpulan pengetahuan itu adalah ilmu pengetahuan. Kumpulan pengetahuan untuk dapat disebut ilmu pengetahuan haruslah memenuhi beberapa syarat, dua di antaranya adalah objek material (material object) dan objek formal (formal object). Objek material adalah sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemikiran (gegenstand); sesuatu yang diselidiki, dipelajari atau dikaji. Objek material mencakup apa pun baik yang konkret (misalnya badan manusia, tumbuhan, batu, kayu atau tanah) maupun yang abstrak (misalnya ide-ide, nilai-nilai). Objek formal adalah sudut pandangan, cara meninjau yang dilakukan oleh seorang pemikir atau peneliti terhadap objek material serta prinsip-prinsip yang digunakan. 
Objek formal suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan suatu ilmu, akan tetapi pada saat yang sama membedakannya dari bidang yang lain. Satu bidang objek material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandangan sehingga menimbulkan ilmu yang berbeda. Sebagai contoh misalnya objek materialnya “manusia” dan manusia ditinjau dari berbagai sudut pandangan sehingga ada berbagai ilmu yang mempelajari manusia di antaranya fisiologi, anatomi, psikologi, antropologi, sosiologi, dan pendidikan.
Istilah objek material sering dianggap sama dengan pokok persoalan (subject matter). Pokok persoalan dibedakan dalam dua arti. Arti pertama, pokok persoalan dimaksudkan sebagai bidang khusus dari penelitian faktual. Misalnya, penelitian atom termasuk dalam bidang fisika. Penelitian tentang clorophyl termasuk penelitian bidang botani atau biokimia. Penelitian tentang bawah sadar termasuk bidang psikologi. Arti kedua, pokok persoalan dimaksudkan sebagai suatu kumpulan pertanyaan pokok yang saling berhubungan. Anatomi dan fisiologi keduanya bertalian dengan struktur tubuh manusia. Anatomi mempelajari struktur, sedangkan fisiologi mempelajari fungsi. Kedua ilmu itu memiliki pokok persoalan yang sama, namun juga dikatakan berbeda. Perbedaan ini dapat diketahui bila dikaitkan dengan corak-corak pertanyaan yang diajukan dan aspek-aspek yang diselidiki dari tubuh tersebut. Anatomi mempelajari tubuh dalam aspeknya yang statis, sedangkan fisiologi mempelajari tubuh dalam aspeknya yang dinamis. 
Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum, heran, dan takjub terhadap fenomena yang dihadapi. Pada tahap awal kekaguman, keheranan dan ketakjuban itu tararah pada gejala-gejala alam, misalnya gempa bumi, gerhana matahari ataupun bulan, banjir, pelangi, wabah penyakit. Keheranan manusia berarti ada sesuatu yang tidak diketahuinya, atau dia menghadapi problem. Problem inilah yang ingin diperoleh jawabannya. Dari mana jawaban diperoleh? Kalau jaman sekarang jawaban mudah diperoleh misalnya dari orang lain, membaca buku, atau mendengarkan ceramah. Pada saat itu, pada awal munculnya filsafat banyak orang yang tidak tahu, maka untuk meperoleh jawaban dilakukan dengan refleksi yaitu bertanya pada dirinya sendiri, dipikirkan sendiri dan dijawab sendiri. 
Dalam hal ini, tidak semua problem mesti problem filsafat. Ada problem sehari-hari, problem ilmiah, problem filsafat dan problem agama. Problem filsafat berbeda dengan problem yang bukan filsafat terutama yang menyangkut materi dan cakupannya. Ada beberapa ciri problem filsafat.
Bersifat sangat umum. Problem kefilsafatan tidak bersangkutan dengan objek-objek atau peristiwa-peristiwa khusus. Dengan kata lain, sebagian besar problem filsafat bersangkutan dengan ide-ide besar (great ideas), misalnya ide tentang kebenaran (truth), kebaikan (goodness), keindahan (beauty) dan kesucian (holy). Ide-ide pokok itu masing-masing bersangkutan dengan lingkungan tertentu atau dikenakan bagi pokok masalah tertentu.
Kebenaran secara umum bersangkutan dengan  pemikiran dan cabang filsafat yang disebut logika. Wacana dalam bidang pengetahuan, khususnya pengetahuan ilmiah, dipengaruhi oleh ide kebenaran. Orang berbicara tentang kebenaran dalam bidang ilmu pngetahuan, matematika, filsafat, sejarah, agama dan teologi. Kebenaran juga dipersoalkan apakah hanya dalam pertimbangan pikiran ataukah dalam pengungkapannya yang berbentuk bahasa, atau pada kemampuan pencerapan indera atau pada pengalaman manusia. Persoalan yang bersangkutan dengan ide kebenaran sangat luas. Apakah ukuran kebenaran itu? Bagaimanakah hubungan antara kebenaran dengan kenyataan? Macam kebenaran, misalnya kebenaran teoritis dan kebenaran praktis, kebenaran illahi dan kebenaran manusiawi, kebenaran kata dan kebenaran makna. Segi moral dari kebenaran, misalnya persyaratan untuk menemukan kebenaran, di antaranya kemerdekaan berpikir dan kebebasan berdiskusi. 
Kebaikan pada umumnya bersangkutan dengan kehendak manusia atau realisasinya dalam tindakan atau tingkah laku dan merupakan persoalan dalam etika atau moral. Ide tentang kebaikan (goodness) atau yang baik (the good) atau sifat baik (good) dapat dikatakan bersangkutan dengan manusia, benda maupun Tuhan. Orang dikatakan baik, kalau dia sering menolong atau membantu orang lain. Suatu kehendak dikatakan baik, kalau dilatarbelakangi dorongan tanpa pamrih.
Bersifat tidak semata-mata faktawi (spekulatif). Sifat spekulatif ini kadang dipahami secara keliru bahwa filsafat berkaitan dengan fakta. Filsafat jelas tidak dapat meninggalkan fakta, namun persoalan yang dikaji filsafat berusaha melampaui fakta tersebut. Hal ini untuk membedakan dengan pengetahuan ilmiah yang bersifat empiris atau pengetahuan yang menyangkut fakta atau realitas yang dapat diindera. Pengetahuan fakta adalah pengetahuan yang dapat diukur, dihitung atau ditimbang, yang dinyatakan dalam bentuk angka atau bersifat  kuantitatif. Bila seseorang menanyakan kepada Anda tentang “Apa filsafat Anda?” berarti jawabannya bukanlah definisi atau fakta historis yang Anda ketahui atau informasi khusus yang Anda miliki melainkan Anda mencoba menyatakan makna tentang apa yang Anda ketahui dan Anda punyai.
Sebagai contoh, seorang ilmuwan memikirkan salah satu dari kejadian alam yang disebut hujan. Ilmuwan dapat memikirkan sebab terjadinya hujan dan memberikan deskripsi tentang kejadian itu. Dalam suatu kawasan, ilmuwan dapat meramal daerah mana yang akan terkena hujan serta tinggi rendahnya hujan dapat dinyatakan dalam bentuk ukuran yang bersifat kuantitatif. Namun, ilmuwan tidak mempersoalkan maksud dan tujuan hujan karena hal itu di luar batas kewenangan ilmiah. Ia tidak menanyakan ”apakah ada kekuatan atau tenaga yang mampu menimbulkan hujan?” Ilmuwan tidak memikirkan apakah kekuatan atau tenaga yang menimbulkan hujan itu berwujud materi atau bukan materi. Pemikiran tentang “maksud”, “tujuan” dan “kekuatan” itu bersifat spekulatif, artinya melampai batas pengetahuan ilmiah.
Pertanyaan yang diajukan oleh para filsuf melampaui batas pengetahuan yang telah mapan (established). Artinya, para filsuf berusaha untuk menduga kemudian yang akan terjadi. Para filsuf telah memberikan sumbangan yang penting, mengajukan terkaan yang cerdik (intelligent guess) tentang hal yang tidak tercakup dalam pengetahuan yang sekarang dimiliki masyarakat. Misalnya, tentang “kematian”, “kebahagiaan”, “masyarakat adil makmur”, “manusia seutuhnya”, “civil society”. Banyak temuan ilmiah dalam bidang psikologi dan sosiologi yang memperkuat teori filsafat yang telah dikemukakan sebelumnya oleh para filsuf. Namun, tidak dapat diingkari bahwa para filsuf telah mengajukan banyak sekali terkaan namun kemudian ditolak oleh fakta-fakta yang dikemukakan oleh para  ilmuwan.
Bersangkutan dengan arti (meaning)  dan nilai (value). Persoalan kefilsafatan senantiasa berkaitan dengan pengungkapan secara eksplisit dan penemuan arti suatu konsep, teori atau isilah yang digunakan. Hal ini sejalan dengan pengertian filsafat sebagai suatu analisis kritis atas bahasa dan istilah. Persoalan kefilsafatan juga bertalian dengan keputusan tentang penilaian moral, estetis, agama dan sosial. Filsafat merupakan kegiatan untuk mencari kebijaksanaan atau kearifan (wisdom) dan bukan mencari informasi tentang fakta. Kebijaksanaan adalah satu sikap menilai dan menimbang-nimbang sejumlah tindakan dengan memberikan penafsiran yang masuk akal.
Nilai adalah keberhargaan atau keunggulan pada sesuatu hal yang menjadi objek (sasaran) dari keinginan manusia yang didambakan, diperjuangkan dan dipertahankan. Adanya nilai dalam kehidupan manusia, menjadikan manusia merasa senang, puas, atau merasa bahagia. Nilai bersangkutan dengan pemahaman dan penghayatan manusia. Para filsuf mendiskusikan pertanyaan tentang nilai yang terdalam (ultimate value). Kebanyakan pertanyaan kefilsafatan berkaitan dengan hakikat nilai. Hasil pemikiran manusia tentang alam, kedudukan manusia dalam alam, sesuatu yang dicita-citakan manusia. Semuanya itu secara tersirat mengandung nilai. Misalnya pertanyaan “apakah Tuhan itu?” Jawaban yang diberikan berupa normanorma (realisasi nilai) yang digunakan dalam menilai tindakan dan memberi bimbingan dalam mengadakan pilihan atas perbuatan yang akan dilakukan.
Ada perbedaan antara filsafat dan ilmu dalam kaitannya dengan problem nilai. Ilmu pengetahuan menjawab pertanyaan tentang fakta yang bersifat kuantitatif. Ilmu pengetahuan tidak memberikan jawaban tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang ilmuwan.
Apabila seorang ilmuwan diajukan pertanyaan tentang hydrogen cyanide dan penicilin, maka mereka sepakat menjawab bahwa hydrogen cya-nide adalah racun yang baik, sedangkan penicilin adalah zat pembunuh kuman. Ilmuwan mengemukakan jawaban berupa fakta-fakta yang dapat diverifikasi secara empiris. Dalam hal ini ilmuwan tidak memberikan jawaban atas pertanyaan “apakah euthanasia atau mematikan (bukan membunuh) pasien karena belas kasihan (mercykilling) dapat dibenarkan secara moral?” Para ilmuwan memerlukan bantuan para filsuf moral untuk membantu menjawab pertanyaan ini.
Bersifat sinoptik. Problem filsafat dipandang dalam pemahaman yang sinoptik. Artinya, hal atau benda dipahami dalam konteks keseluruhan. Ilmu hanya membahas aspek khusus atau aspek tertentu dari benda. Dalam menghadapi kenyataan yang manusia terlibat di dalamnya, para filsuf berusaha menggeneralisasikan, mensintesiskan, mengkritik dan menyatupadukan (mengintegrasikan). Dengan demikian, problem filsafat mencakup struktur kenyataan sebagai suatu keseluruhan. Filsafat merupakan ilmu yang membuat susunan kenyataan sebagai suatu keseluruhan.

1 komentar:

  1. orang ini sangat hebat menjabarkan filsafat. aku tetap saja belum maksud

    BalasHapus