FILSAFAT KI HADJAR DEWANTARA DALAM ERA
GLOBALISASI
Apabila kita simak sekali lagi tiga mentalitas yang
dikemukakan Koentjara-ningrat yang diperlukan bagi pembangunan Indonesia maka
terdapat beberapa hal yang dapat kita pegang sebagaimana yang telah diuraikan. Pertama, ada tonggak-tonggak budaya Timur yang tetap hidup
dalam masyarakat Indonesia. Tonggak-tonggak kebudayaan budaya Timur antara lain
nilai-nilai Pancasila yang telah diangkat oleh Bung Karno dari kebudayaan
Nusantara. Inti dari Pancasila adalah gotong royong. Di dalam nilai-nilai
gotong royong tersebut telah terintegrasikan nilai-nilai demokratis, toleransi,
penghargaan terhadap hak asasi manusia, dan pengakuan kepada Maha Pencipta. Kedua, pengalaman masa kolonial telah meninggalkan
sikap-sikap negatif yang tetap masih hidup dalam pribadi bangsa Indonesia
seperti rendahnya keinginan untuk berkarya dan puas untuk menjadi pegawai
negeri. Rendahnya untuk menabung karena kemiskinan serta kekurangan visi masa
depan. Ketiga, masih kurangnya disiplin sebagai
warganegara sehingga masih memerlukan mandor (man at the door) yang
terus-menerus mengawasi. Keempat,
Indonesia tidak
dapat mengisolasikan diri dari dunia terbuka yang mengglobal oleh sebab itu
bangsa Indonesia harus mempunyai identitas atau watak yang kuat agar tidak
dihanyutkan oleh gelombang perubahan global tanpa-jiwa.
Berpegang kepada ketiga permasalahan yang telah diutarakan
mengenai pentingnya bangsa Indonesia mempunyai identitas yang didasarkan kepada
tonggak-tonggak budaya Timur serta meninggalkan nilai-nilai negatif sebagai
warisan masa kolonial yang panjang, maka bangsa Indonesia perlu mempertahankan
tonggak-tonggak budayanya dan sekaligus membuka diri untuk menampung
nilai-nilai positif dari perubahan global yang serba cepat pada abad 21. Di
dalam kaitan ini kita dapat mengambil falsafah pengembangan kebudayaan dan
pendidikan dari Ki Hadjar Dewantara dalam teori Trikonnya. Seperti kita ketahui
teori Trikon Ki Hadjar Dewantara berpusat kepada prinsip konvergensi,
kontinuitas, dan konsentris di dalam pengembangan budaya. Pendidikan merupakan
bagian dari kebudayaan suatu masyarakat atau lebih daripada itu, pendidikan
berdasarkan kebudayaan.Bagaimanakah pengembangan kebudayaan
dalam era globalisasi menurut teori Trikon? Pertama-tama kita lihat perlunya
kita menyadari bahwa kita berada di tanah Indonesia yang dikaruniai kekayaan
alam, kekayaan budaya dan kekayaan penduduk yang cukup besar. Dari sinilah kita
mulai melihat ke dunia luar dan bukan sebaliknya. Kita berpijak di bumi
Indonesia, dan kita dapat melihat ke dunia luar untuk kepentingan kita. Inilah prinsip konsentris dalam pengembangan kebudayaan. Bung
Karno pernah mengata-kan ketika berkunjung ke Sulawesi Utara sebagai berikut:
“Onze gedachten mag naar de top of
Klabat, maar onze voeten steeds in Airmadidi.” Gunung Klabat adalah gunung yang
tertinggi di Minahasa dan kota Airmadidi terletak di kaki gunungnya. Hal ini
dengan jelas yang dimaksudkan oleh Bung Karno ialah kita dapat melihat dunia
luar seluas-luasnya tetapi kaki kita tetap di tanah air Indonesia. Oleh sebab
itu merupakan kewajiban kita untuk tetap menghormati dan mengembangkan
nilai-nilai budaya yang kita miliki, nilai-nilai budaya Timur yang positif
seperti gotong royong, rendah hati, kehalusan budi, ramah-tamah, toleransi
sebagai tonggak-tonggak budaya kita yang terus-menerus kita pupuk dan
kembangkan untuk menjaga kesatuan Indonesia. Inilah prinsip konstinuitas dari kebudayaan kita yang merupakan tonggak pembentukan watak
bangsa. Demikian pula dengan tegas kita menolak nilai-nilai negatif yang telah
ditanamkan pada masa kolonial dengan mengebangkan manusiamanusia yang cinta
kerja keras untuk membangun dirinya dan masyarakatnya. Selain daripada itu
melalui pendidikan nasional yang unggul membawa bangsa kita mempunyai misi jauh
ke depan, bukan untuk bersaing dengan bangsa yang telah maju (to conpete)
tetapi berusaha keras untuk menjadi anggota dari masyarakat dunia yang beradab
dan makmur (to be a member of a civilized and prosper world society). Inilah
prinsip kedua yang dikemukakan oleh Dewantoro ialah prinsip konvergensi yaitu bekerjasama dengan negara-negara lain, saling mengisi dan saling
membantu dengan tetap mempertahan-kan identitas dari bangsa Indonesia. Inilah
prinsip konvergensi. Dengan adanya prinsip konsentris serta konvergensi dari
bangsa Indonesia maka akan terjamin pertumbuhan kebudayaan Indonesia yang
terusmenerus lebih baik dan lebih bermartabat. Di dalam kaitan ini kita tidak
berbicara lagi mengenai filsafat Timur atau filsafat Barat tetapi filsafat yang
ditujukan kepada peningkatan mutu kemanusiaan dari bangsa Indonesia. Inilah
tujuan dari pembentukan karakter bangsa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar