Jumat, 11 November 2016

FILSAFAT KI HADJAR DEWANTARA DALAM ERA GLOBALISASI



FILSAFAT KI HADJAR DEWANTARA DALAM ERA GLOBALISASI

Apabila kita simak sekali lagi tiga mentalitas yang dikemukakan Koentjara-ningrat yang diperlukan bagi pembangunan Indonesia maka terdapat beberapa hal yang dapat kita pegang sebagaimana yang telah diuraikan. Pertama, ada tonggak-tonggak budaya Timur yang tetap hidup dalam masyarakat Indonesia. Tonggak-tonggak kebudayaan budaya Timur antara lain nilai-nilai Pancasila yang telah diangkat oleh Bung Karno dari kebudayaan Nusantara. Inti dari Pancasila adalah gotong royong. Di dalam nilai-nilai gotong royong tersebut telah terintegrasikan nilai-nilai demokratis, toleransi, penghargaan terhadap hak asasi manusia, dan pengakuan kepada Maha Pencipta. Kedua, pengalaman masa kolonial telah meninggalkan sikap-sikap negatif yang tetap masih hidup dalam pribadi bangsa Indonesia seperti rendahnya keinginan untuk berkarya dan puas untuk menjadi pegawai negeri. Rendahnya untuk menabung karena kemiskinan serta kekurangan visi masa depan. Ketiga, masih kurangnya disiplin sebagai warganegara sehingga masih memerlukan mandor (man at the door) yang terus-menerus mengawasi. Keempat, Indonesia tidak dapat mengisolasikan diri dari dunia terbuka yang mengglobal oleh sebab itu bangsa Indonesia harus mempunyai identitas atau watak yang kuat agar tidak dihanyutkan oleh gelombang perubahan global tanpa-jiwa.
Berpegang kepada ketiga permasalahan yang telah diutarakan mengenai pentingnya bangsa Indonesia mempunyai identitas yang didasarkan kepada tonggak-tonggak budaya Timur serta meninggalkan nilai-nilai negatif sebagai warisan masa kolonial yang panjang, maka bangsa Indonesia perlu mempertahankan tonggak-tonggak budayanya dan sekaligus membuka diri untuk menampung nilai-nilai positif dari perubahan global yang serba cepat pada abad 21. Di dalam kaitan ini kita dapat mengambil falsafah pengembangan kebudayaan dan pendidikan dari Ki Hadjar Dewantara dalam teori Trikonnya. Seperti kita ketahui teori Trikon Ki Hadjar Dewantara berpusat kepada prinsip konvergensi, kontinuitas, dan konsentris di dalam pengembangan budaya. Pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan suatu masyarakat atau lebih daripada itu, pendidikan berdasarkan kebudayaan.Bagaimanakah pengembangan kebudayaan dalam era globalisasi menurut teori Trikon? Pertama-tama kita lihat perlunya kita menyadari bahwa kita berada di tanah Indonesia yang dikaruniai kekayaan alam, kekayaan budaya dan kekayaan penduduk yang cukup besar. Dari sinilah kita mulai melihat ke dunia luar dan bukan sebaliknya. Kita berpijak di bumi Indonesia, dan kita dapat melihat ke dunia luar untuk kepentingan kita. Inilah prinsip konsentris dalam pengembangan kebudayaan. Bung Karno pernah mengata-kan ketika berkunjung ke Sulawesi Utara sebagai berikut: “Onze gedachten  mag naar de top of Klabat, maar onze voeten steeds in Airmadidi.” Gunung Klabat adalah gunung yang tertinggi di Minahasa dan kota Airmadidi terletak di kaki gunungnya. Hal ini dengan jelas yang dimaksudkan oleh Bung Karno ialah kita dapat melihat dunia luar seluas-luasnya tetapi kaki kita tetap di tanah air Indonesia. Oleh sebab itu merupakan kewajiban kita untuk tetap menghormati dan mengembangkan nilai-nilai budaya yang kita miliki, nilai-nilai budaya Timur yang positif seperti gotong royong, rendah hati, kehalusan budi, ramah-tamah, toleransi sebagai tonggak-tonggak budaya kita yang terus-menerus kita pupuk dan kembangkan untuk menjaga kesatuan Indonesia. Inilah prinsip konstinuitas dari kebudayaan kita yang merupakan tonggak pembentukan watak bangsa. Demikian pula dengan tegas kita menolak nilai-nilai negatif yang telah ditanamkan pada masa kolonial dengan mengebangkan manusiamanusia yang cinta kerja keras untuk membangun dirinya dan masyarakatnya. Selain daripada itu melalui pendidikan nasional yang unggul membawa bangsa kita mempunyai misi jauh ke depan, bukan untuk bersaing dengan bangsa yang telah maju (to conpete) tetapi berusaha keras untuk menjadi anggota dari masyarakat dunia yang beradab dan makmur (to be a member of a civilized and prosper world society). Inilah prinsip kedua yang dikemukakan oleh Dewantoro ialah prinsip konvergensi yaitu bekerjasama dengan negara-negara lain, saling mengisi dan saling membantu dengan tetap mempertahan-kan identitas dari bangsa Indonesia. Inilah prinsip konvergensi. Dengan adanya prinsip konsentris serta konvergensi dari bangsa Indonesia maka akan terjamin pertumbuhan kebudayaan Indonesia yang terusmenerus lebih baik dan lebih bermartabat. Di dalam kaitan ini kita tidak berbicara lagi mengenai filsafat Timur atau filsafat Barat tetapi filsafat yang ditujukan kepada peningkatan mutu kemanusiaan dari bangsa Indonesia. Inilah tujuan dari pembentukan karakter bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar