EPISTEMOLOGI PENGETAHUAN FILSAFAT
Epistemologi, (dari bahasa Yunani episteme
(pengetahuan) dan logos
(kata/ pembicaraan/ ilmu) adalah cabang filsafat yang
berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan.
Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas
dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana
karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.
Epistemologi
atau Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan
tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai
metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme,
metode kontemplatis dan metode dialektis.
Ø Metode-metode
untuk memperoleh pengetahuan:
a.
Empirisme
Empirisme adalah suatu cara/metode dalam
filsafat yang mendasarkan cara memperoleh pengetahuan dengan melalui
pengalaman. John Locke, Bapak Empirisme Britania, mengatakan bahwa “ pada waktu
manusia di lahirkan akalnya merupakan jenis catatan yang kosong (tabula
rasa),dan di dalam buku catatan itulah dicatat pengalamanpengalaman inderawi “.
Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan
serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi
yang pertama-pertama dan sederhana tersebut.
Ia memandang akal sebagai sejenis tempat
penampungan,yang secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini
berarti semua pengetahuan kita betapapun rumitnya dapat dilacak kembali sampai
kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan
sebagai atom-atom yang menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau
tidak perlu di lacak kembali secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau
setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang faktual.
b.
Rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber
pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena rasionalisme mengingkari nilai
pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang sebagai sejenis
perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan
kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya di dalam diri barang
sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang sesuai dengan atau
menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita
dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
c.
Fenomenalisme
Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel
Kant. Kant membuat uraian tentang pengalaman. Barang sesuatu sebagaimana
terdapat dalam dirinya sendiri merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh
akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan
jalan penalaran. Karena itu kita tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang
barang sesuatu seperti keadaannya sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu
seperti yang menampak kepada kita, artinya, pengetahuan tentang gejala
(Phenomenon).
Bagi Kant para penganut empirisme benar
bila berpendapat bahwa semua pengetahuan didasarkan pada pengalaman, meskipun
benar hanya untuk sebagian. Tetapi para penganut rasionalisme juga benar,
karena akal memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap barang sesuatu serta
pengalaman.
d.
Intusionisme
Menurut Bergson, intuisi adalah suatu
sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan
yang diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil
pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif.
Salah satu di antara unsur-unsur yang
berharga dalam intuisionisme Bergson ialah, paham ini memungkinkan adanya suatu
bentuk pengalaman di samping pengalaman yang dihayati oleh indera. Dengan
demikian data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi
pengetahuan di samping pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan. Kant
masih tetap benar dengan mengatakan bahwa pengetahuan didasarkan pada
pengalaman, tetapi dengan demikian pengalaman harus meliputi baik pengalaman
inderawi maupun pengalaman intuitif.
e.
Dialektis
Yaitu tahap logika yang mengajarkan
kaidah-kaidah dan metode penuturan serta analisis sistematik tentang ide-ide
untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari
dialektika berarti kecakapan untuk melekukan perdebatan. Dalam teori
pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu
pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan, bertolak paling kurang
dua kutub.
Metode
lain yang dapat digunakan untuk memperoleh pengetahuan filsafat :
a. Metode Analisis.
Metode ini melakukan pemeriksaan secara
konseptual atas istilah-istilah yang kita pergunakan dan pernyataan-pernyataan
yang kita buat. Di dalam ilmu pengetahuan alam. setiap saat kita menyaksikan
berbagai macam benda. Dan keberadaanya dapat diketahui bahwa setiap benda
selalu menempati ruang dan waktu tertentu, berbentuk, berbobot dan berjumlah
(volume). Metode analisis mi sering disebut sebagai metode aposteriori karena
bertitik tolak dan segala sesuatu atau pengetahuan yang adanya itu timbul sesudah
pengalaman, agar sampai kepada suatu pengetahuan yang adanya di atas atau di
luar pengalaman sehari-hari.
b. Metode Sintesis.
Sebaliknya, metode mi dibantu dengan
peralatan deduktif yang mencoba menjabarkan sifat-sifat umum yang secara
niscaya ada pada segala sesuatu ke dalam hal-hal dan keadaankeadaan konkret
khusus tertentu. Sifat-sifat umum yang mengenai kejiwaan manusia misalnya,
dapat dijabarkan ke dalam bermacam-macam jenis dan bentuk tingkah laku.
Ø Obyek
Pengetahuan Filsafat
Pada dasarnya setiap ilmu mempunyai dua
macam obyek, yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah
sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti tubuh adalah obyek
material ilmu kedokteran. Adapun obyek formalnya adalah metode untuk memahami
obyek material tersebut, seperti pendekatan induktif dan deduktif.
Filsafat sebagai proses berfikir yang
sistematis dan radikal juga memiliki obyek material dan obyek formal. Obyek
material filsafat adalah segala yang ada, baik mencakup ada yang tampak maupun
ada yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah dunia empiris, sedang ada yang
tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosuf membagi obyek material
filsafat atas tiga bagian, yaitu: yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam
alam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Adapun obyek formal filsafat
adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang
ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar