PANDANGAN IBNU
KHALDUN MENGENAI KURIKULUM DAN PENDIDIKAN
Sebelum membahas pandangan Ibnu Khaldun tentang kurikulum
perlu kiranya diberikan pengertian kurikulum pada zamannya, karena kurikulum
pada zamannya tentu saja berbeda dengan kurikulum masa kini yang telah memiliki
pengertian yang lebih luas. Pengertian kurikulum pada masa Ibnu Khaldun masih
terbatas pada maklumat-maklumat dan pengetahuan yang dikemukakan oleh guru atau
sekolah dalam bentuk mata pelajaran yang terbatas atau dalam bentuk kitab-kitab
tradisional yang tertentu, yang dikaji oleh murid dalam tiap tahap pendidikan. Sedangkan
pengertian kurikulum modern, telah mencakup konsep yang lebih luas yang di
dalamnya mencakup empat unsur pokok yaitu: Tujuan pendidikan yang ingin
dicapai, pengetahuan-pengetahuan, maklumat-maklumat, data kegiatan-kegiatan,
pengalaman-pengalaman dari mana terbentuknya kurikulum itu, metode pengajaran
serta bimbingan kepada murid, ditambah metode penilaian yang dipergunakan untuk
mengukur kurikulum dan hasil proses pendidikan. Dalam pembahasannya mengenai
kurikulum Ibnu Khaldun mencoba membandingkan kurikulum-kurikulum yang berlaku
pada masanya, yaitu kurikulum pada tingkat rendah yang terjadi di negara-negara
Islam bagian Barat dan Timur.
la mengatakan bahwa sistem pendidikan dan pengajaran
yang berlaku di Maghrib adalah bahwa orang-orang Maghrib membatasi pendidikan
dan pengajaran mereka pada mempelajari al-Qur'an dari berbagai segi kandungannya.
Sedangkan orang-orang Andalusia, mereka menjadikan al- Qur'an sebagai dasar
dalam pengajarannya, karena al-Qur'an merupakan sumber Islam dan sumber semua
ilmu pengetahuan. Sehingga mereka tidak membatasi pengajaran anak-anak pada
mempelajari al-Qur'an saja, akan tetapi dimasukkan juga pelajaran-pelajaran
lain seperti syair, karang mengarang, khat, kaidah-kaidah bahasa Arab dan
hafalan-hafalan lain. Demikian pula dengan orang-orang Ifrikiya, mereka
mengkombinasikan pengajaran al-Qur'an dengan hadits dan kaidah-kaidah dasar
ilmu pengetahuan tertentu. Adapun metode yang dipakai orang Timur seperti
pengakuan Ibnu Khaldun, sejauh yang ia ketahui adalah bahwa orang-orang Timur
memiliki jenis kurikulum campuran antara pengajaran al- Qur'an dan
kaidah-kaidah dasar ilmu pengetahuan. Dalam hal ini Ibnu Khaldun menganjurkan
agar pada anak-anak seyogyanya ter- lebih dahulu diajarkan bahasa Arab sebelum
ilmu-ilmu yang lain, karena bahasa merupakan kunci untuk menyingkap semua ilmu
pengetahuan, sehingga menurutnya jika mengajarkan al-Qur'an mendahului
pengajarannya terhadap bahasa Arab akan mengkabur- kan pemahaman anak terhadap
al-Qur'an itu sendiri, karena anak akan membaca apa yang tidak dimengertinya
dan hal ini menurut- nya tidak ada gunanya. Adapun pandangannya mengenai materi
pendidikan adalah bahwa materi merupakan salah satu komponen operasional pen-
didikan. Dalam hal ini Ibnu Khaldun telah mengklasifikasikan ilmu pengetahuan
yang banyak dipelajari manusia pada waktu itu menjadi dua macam yaitu:
- Ilmu-ilmu tradisional (Naqliyah) Ilmu naqliyah adalah yang bersumber dari al-Qur'an dan Hadits yang dalam hal ini peran akal hanyalah menghubungkan cabang permasalahan dengan cabang utama, karena informasi ilmu ini berdasarkan kepada otoritas syari'at yang diambil dari al-Qur'an dan Hadits. Adapun yang termasuk ke dalam ilmu-ilmu naqliyah itu antara lain: ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu hadits, ilmu ushul fiqh, ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu bahasa Arab, ilmu tasawuf, dan ilmu ta'bir mimpi.
- Ilmu-ilmu filsafat atau rasional (Aqliyah) Ilmu ini bersifat alami bagi manusia, yang diperolehnya melalui kemampuannya untuk berfikir. Ilmu ini dimiliki semua anggota masyarakat di dunia, dan sudah ada sejak mula kehidupan peradaban umat manusia di dunia. Menurut Ibnu Khaldun ilmu- ilmu filsafat (aqliyah) ini dibagi menjadi empat macam ilmu yaitu: a. Ilmu logika, b. Ilmu fisika, c. Ilmu metafisika dan d. Ilmu mate- matika. Walaupun Ibnu Khaldun banyak membicarakan tentang ilmu geografi, sejarah dan sosiologi, namun ia tidak memasuk- kan ilmu-ilmu tersebut ke dalam klasifikasi ilmunya.
Setelah mengadakan penelitian, Ibnu Khaldun membagi
ilmu berdasarkan kepentingannya bagi anak didik menjadi empat macam, yang
masing-masing bagian diletakkan berdasarkan ke- gunaan dan prioritas
mempelajarinya. Empat macam pembagian itu adalah:
- Ilmu agama (syari'at), yang terdiri dari tafsir, hadits, fiqh dan ilmu kalam.
- Ilmu 'aqliyah, yang terdiri dari ilmu kalam, (fisika), dan ilmu Ketuhanan (metafisika)
- Ilmu alat yang rnembantu mempelajari ilmu agama (syari'at), yang terdiri dari ilmu bahasa Arab, ilmu hitung dan ilmu- ilmu lain yang membantu mempelajari agama.
- Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu filsafat, yaitu logika.
Menurut Ibnu Khaldun, kedua kelompok ilmu yang pertama
itu merupakan ilmu pengetahuan yang dipelajari karena faidah dari ilmu itu
sendiri. Sedangkan kedua ilmu pengetahuan yang terakhir (ilmu alat) adalah
merupakan alat untuk mempelajari ilmu pengetahuan golongan pertama. Demikian
pandangan Ibnu Khaldun tentang materi ilmu pengetahuan yang menunjukkan
keseimbangan antara ilmu syari'at (agama) dan ilmu 'Aqliyah (filsafat).
Meskipun dia meletakkan ilmu agama pada tempat yang pertama, hal itu ditinjau
dari segi kegunaannya bagi anak didik, karena membantunya untuk hidup dengan
seimbang namun dia juga meletakkan ilmu aqliyah (filsafat) di tempat yang mulia
sejajar dengan ilmu agama. Menurut Ibnu Khaldun ilmu-ilmu pengetahuan tersebut
dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar banyak tergantung pada para
pendidik, bagaimana dan sejauh mana mereka pandai mempergunakan berbagai metode
yang tepat dan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar