Rabu, 07 Desember 2016

KONSTRTIKTIVISME DALAM PANDANGAN KOGNITIF

KONSTRTIKTIVISME DALAM PANDANGAN KOGNITIF


Teori belajar atau teori perkembangan mental Piaget disebut juga teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar Piaget ini berkaitan dengan kesiapan anak untuk belajar yang dikernas dalarn tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual tersebut dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerak atau perbuatan (Ruseffendi, 1988). Dalam kaitannya dengan teori belajar konstruktivisme, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertarna {Dahar, 1989) menegaskan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran anak. Selanjutnya, timbul pertanyaan tragaimanakah cara anak membangun pengetahuan tersebut? Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, akan tetapi melalui tindakan. Perkembangan kognitif anak bahkan bergantung kepada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui proses asirnilasi dan akomodasi (Nur, 1998; Poedjiadi, 1999).  Ada tiga dalil pokok Piaget berkaitan dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif yang disebut juga tahap perkembagan mental. Ketiga dalil tersebut: (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama, (2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokkan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan  adanya tingkah laku intelektual dan (3) gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi). (Russefendi, 1 988: I 33).  Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sementara akomodasi adalah men)'usun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga dengan demikian infor- masi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi, 1988). Akomodasi dapat .iuga diartikan sebagai proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan baru  atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan tersebut (Suparno, 1996). Pandangan konstruktivis tentang pengetahuan adalah "pengetahuan dibangun dalam pikiran anak" (Border, 1986: 873). Pandangan ini dapat memberikan arti bahwa pengetahuan secara aktif dibangun sendiri oleh anak didasarkan atas pengetahuan awal atau struktur kognitif yang telah dimiliki sebelumnya. Pandangan ini melahirkan model konstruktivisme dalam proses belajar mengajar. Dalam penelitian konstruktivisme, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan pengetahuan ini harus dikonstruksi oleh pembelajar. Euseubel (dalam Hudojo, 1988) mengatakan bahwa dalam belajar inforrnasi yang dipelajari oleh peserta didik harus sesuai dengan struktur kognitif (pengetahuan awal) peserta didik agar pengetahuan baru diterima dapat dikaitkan dengan pengetahuan awalnya. Menurut piaget, struktur kognitif merupakan schemata, yaitu kumpulan dari skemaskema (struktur-struktur). Seorang individu dapat mengingat, memahami dan memberikan respon terhadap stimulus karena bekerjanya schemata ini. Schemata ini berkembang sebagai hasil dari interaksi individu dengan lingkungannya. Karena itu seorang yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap dibanding ketika masih kecil. Schemata akan membentuk suatu pola penalaran tertentu dalam pikiran. Semakin baik kualitas schemata, maka akan semakin baik pula pola penalaran seseorang.  Pandangan kaum konstruktivistik yang lebih mutakhir, yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran seseorang dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Dalam hal ini, belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring labalaba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis. Belajar  merupakan proses membangun atau mengkonstruksi pemahaman sesuai dengan kemampuan yang dimiliki soseorang (Hudojo, 1998). Dengan demikian, belajar hakekatnya suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor extern atau lingkungan sehingga melahirkan suatu perubahan tingkah laku (Hamzah, 2003).  Konstruksi dan aktivitas merupakan perwujudan proses pengaturan diri secara tidak sadar dari manusia yang sedang mencari keseimbangan dengan menciptakan susunan-susunan kognitif secara spontan (Piaget). Anak akan berusaha menafsirkan pengalaman yang baru dari lingkungan  sehariharinya. Pengalaman tersebut digunakan sebagai kerangka untuk menempatkan pengalaman baru. Anak akan melihat pengalamanpengalaman yang baru dari perspektif pengalarnan lama agar pengalaman yang baru dapat dipahaminya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar