KONSTRTIKTIVISME DALAM PANDANGAN
KOGNITIF
Teori
belajar atau teori perkembangan mental Piaget disebut juga teori perkembangan
intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar Piaget ini
berkaitan dengan kesiapan anak untuk belajar yang dikernas dalarn tahap
perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan
intelektual tersebut dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi
pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerak
atau perbuatan (Ruseffendi, 1988). Dalam kaitannya dengan teori belajar
konstruktivisme, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertarna {Dahar,
1989) menegaskan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran anak. Selanjutnya,
timbul pertanyaan tragaimanakah cara anak membangun pengetahuan tersebut? Lebih
jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh
seseorang, akan tetapi melalui tindakan. Perkembangan kognitif anak bahkan
bergantung kepada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi
dengan lingkungannya. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui proses
asirnilasi dan akomodasi (Nur, 1998; Poedjiadi, 1999). Ada tiga dalil pokok Piaget berkaitan dengan
tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif yang disebut
juga tahap perkembagan mental. Ketiga dalil tersebut: (1) perkembangan
intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan
urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan
tersebut dan dengan urutan yang sama, (2) tahap-tahap tersebut didefinisikan
sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan,
pengelompokkan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang
menunjukkan adanya tingkah laku
intelektual dan (3) gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh
keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang
interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul
(akomodasi). (Russefendi, 1 988: I 33).
Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sementara
akomodasi adalah men)'usun kembali struktur pikiran karena adanya informasi
baru, sehingga dengan demikian infor- masi tersebut mempunyai tempat
(Ruseffendi, 1988). Akomodasi dapat .iuga diartikan sebagai proses mental yang
meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada
sehingga cocok dengan rangsangan tersebut (Suparno, 1996). Pandangan
konstruktivis tentang pengetahuan adalah "pengetahuan dibangun dalam
pikiran anak" (Border, 1986: 873). Pandangan ini dapat memberikan arti
bahwa pengetahuan secara aktif dibangun sendiri oleh anak didasarkan atas
pengetahuan awal atau struktur kognitif yang telah dimiliki sebelumnya.
Pandangan ini melahirkan model konstruktivisme dalam proses belajar mengajar.
Dalam penelitian konstruktivisme, belajar merupakan suatu proses pembentukan
pengetahuan. Pembentukan pengetahuan ini harus dikonstruksi oleh pembelajar.
Euseubel (dalam Hudojo, 1988) mengatakan bahwa dalam belajar inforrnasi yang
dipelajari oleh peserta didik harus sesuai dengan struktur kognitif
(pengetahuan awal) peserta didik agar pengetahuan baru diterima dapat dikaitkan
dengan pengetahuan awalnya. Menurut piaget, struktur kognitif merupakan
schemata, yaitu kumpulan dari skemaskema (struktur-struktur). Seorang individu
dapat mengingat, memahami dan memberikan respon terhadap stimulus karena
bekerjanya schemata ini. Schemata ini berkembang sebagai hasil dari interaksi
individu dengan lingkungannya. Karena itu seorang yang lebih dewasa memiliki
struktur kognitif yang lebih lengkap dibanding ketika masih kecil. Schemata
akan membentuk suatu pola penalaran tertentu dalam pikiran. Semakin baik
kualitas schemata, maka akan semakin baik pula pola penalaran seseorang. Pandangan kaum konstruktivistik yang lebih
mutakhir, yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa
pengetahuan dibangun dalam pikiran seseorang dengan kegiatan asimilasi dan
akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Dalam hal ini, belajar
merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait
bagaikan jaring labalaba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis.
Belajar merupakan proses membangun atau
mengkonstruksi pemahaman sesuai dengan kemampuan yang dimiliki soseorang
(Hudojo, 1998). Dengan demikian, belajar hakekatnya suatu aktivitas yang
berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan
faktor extern atau lingkungan sehingga melahirkan suatu perubahan tingkah laku
(Hamzah, 2003). Konstruksi dan aktivitas
merupakan perwujudan proses pengaturan diri secara tidak sadar dari manusia
yang sedang mencari keseimbangan dengan menciptakan susunan-susunan kognitif
secara spontan (Piaget). Anak akan berusaha menafsirkan pengalaman yang baru
dari lingkungan sehariharinya.
Pengalaman tersebut digunakan sebagai kerangka untuk menempatkan pengalaman
baru. Anak akan melihat pengalamanpengalaman yang baru dari perspektif
pengalarnan lama agar pengalaman yang baru dapat dipahaminya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar