KONTRUKSTIVISME METODOLOGI
Kontruktivis
metodologi bagi para pengajar, menjadi konstruktivisme pendidikan. Untuk
mengajar dengan baih perlu diketahui apa yang sedang siswa pikirkan, dan apa
yang dapat rnereka lakukan (atau ingin lakukan) dengan bahan yang disiapkan
untuk mereka. Tetapi, landasan-landasan pemikiran kognitif dan konstruktivisme
hanya dapat mendikte petunjuk untuk mengajar yang baik. Guru tidak dapat
memperoleh dari landasan-landasan itu, lebih dari apapun yang ia dapatkan dari
posisi kognitif yang lain, metode mengajar yang spesifik. Konstruktivisme
pendidikan didukung oleh beberapa alat diagnosa yang canggih. Alat tersebut
mampu mengukur pola pikir, kesalahan sistematik, miskonsepsi yang melekat.
Disamping itu, diperlukan juga elaborasi yang dalam, berpikir dengan keras dan
kehadiran seorang guru mendorong muridnya untuk berkonsentrasi pada pertanyaan
atau masalah yang ada. Dalam pertemuan ini guru memberikan banyak kesempatan
untuk meyakinkan siswa bahwa mereka mengerjakan hal-hal dengan baik. Mereka
berpikir mempunyai sesuatu kekuatan, bahwa kesalahan mereka dapat diperbaiki.
Semua metode tersebut dapat digunakan untuk menciptakan suatu lingkungan
maternatik4 lingkungan yang akan menekankan pada adaptasi matematika lebih dari
suatu bentuk tepat untuk lingkungan yang lain.
Pemikiran yang jelas dalam pengertian dapat menjadi suatu metode
mengajar yang tepat lebih baik dari alat diagnosa, tetapi guru tidak perlu
menjadi terkekang oleh konstruktivis mereka. Contoh, jika guru belajar sampai dengan sesi diagnosa
bahwa Betsy membuat semacam kesalahan yang berulang-ulang, ini terlihat layak
dengan sempurna untuk menunjukkan padanya bagaimana bekerja dengan prosedur
secara benar dan memberi- kannya sejumlah latihan praktis. Ini tentu saja dapat
dengan layak untuk menyediakan kelas dengan drill dan kepraktisan pada waktu
yang tepat.
Kesalahan performance, seperti kesalahan mengombi- nasi atau
menyederhanakan secara radikal, yaitu memperoleh cara dari memfokuskan masalah
yang lebih signifikan, praktis secara langsung dapat memfasilitasi secara
aktual dalam pemecahan masalah asli. Para guru, karena harus bekerja dengan
banyak siswa, bertanya adakah cara yang tepat dengan situasi satu-safu dengan
suatu kelas. Dapatkah nTurid dibuat berpikir sungguh-sungguh dalam situasi
kelas? Beberapa model yang dikenalkan memiliki pendekatan (Davis, 1984;
Lampert;1988; Schoenfeld, 1985; Steffe, Cobb, & Von Glaserfeld, 1988).
Semua metode ini merniliki suatu karakteristik umum, mereka semua terlalu
interaktif. Mengajar dengan cara ini perlu mempertimbngkan pengetahuan
matematika sebagai kehlian pendidikan. Bagaimana guru dapat menyarankan
siswanya jika mereka tidak cukup tahu tentang matematika dengan baik untuk
merasakan dimana dugaan utamanya? Jadi, kekuatan besar konstruktivis itu
merupakan keutamaan guru untuk berpikir kritis dan imajinatif tentang proses
belajar mengajar. Mempercayai landasan pemikiran konstruktivisme, guru tidak
melihat terlalu lama untuk suatu penyelesaian sederhaira, dan guru inemiliki
himpunan kekuatan untuk menilai kemungkinan pilihannya pada metode mengajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar