Rabu, 14 Desember 2016

KONTRUKSTIVISME METODOLOGI

KONTRUKSTIVISME METODOLOGI


Kontruktivis metodologi bagi para pengajar, menjadi konstruktivisme pendidikan. Untuk mengajar dengan baih perlu diketahui apa yang sedang siswa pikirkan, dan apa yang dapat rnereka lakukan (atau ingin lakukan) dengan bahan yang disiapkan untuk mereka. Tetapi, landasan-landasan pemikiran kognitif dan konstruktivisme hanya dapat mendikte petunjuk untuk mengajar yang baik. Guru tidak dapat memperoleh dari landasan-landasan itu, lebih dari apapun yang ia dapatkan dari posisi kognitif yang lain, metode mengajar yang spesifik. Konstruktivisme pendidikan didukung oleh beberapa alat diagnosa yang canggih. Alat tersebut mampu mengukur pola pikir, kesalahan sistematik, miskonsepsi yang melekat. Disamping itu, diperlukan juga elaborasi yang dalam, berpikir dengan keras dan kehadiran seorang guru mendorong muridnya untuk berkonsentrasi pada pertanyaan atau masalah yang ada. Dalam pertemuan ini guru memberikan banyak kesempatan untuk meyakinkan siswa bahwa mereka mengerjakan hal-hal dengan baik. Mereka berpikir mempunyai sesuatu kekuatan, bahwa kesalahan mereka dapat diperbaiki. Semua metode tersebut dapat digunakan untuk menciptakan suatu lingkungan maternatik4 lingkungan yang akan menekankan pada adaptasi matematika lebih dari suatu bentuk tepat untuk lingkungan yang lain.  Pemikiran yang jelas dalam pengertian dapat menjadi suatu metode mengajar yang tepat lebih baik dari alat diagnosa, tetapi guru tidak perlu menjadi terkekang oleh konstruktivis mereka. Contoh,  jika guru belajar sampai dengan sesi diagnosa bahwa Betsy membuat semacam kesalahan yang berulang-ulang, ini terlihat layak dengan sempurna untuk menunjukkan padanya bagaimana bekerja dengan prosedur secara benar dan memberi- kannya sejumlah latihan praktis. Ini tentu saja dapat dengan layak untuk menyediakan kelas dengan drill dan kepraktisan pada waktu yang tepat. 
Kesalahan performance, seperti kesalahan mengombi- nasi atau menyederhanakan secara radikal, yaitu memperoleh cara dari memfokuskan masalah yang lebih signifikan, praktis secara langsung dapat memfasilitasi secara aktual dalam pemecahan masalah asli. Para guru, karena harus bekerja dengan banyak siswa, bertanya adakah cara yang tepat dengan situasi satu-safu dengan suatu kelas. Dapatkah nTurid dibuat berpikir sungguh-sungguh dalam situasi kelas? Beberapa model yang dikenalkan memiliki pendekatan (Davis, 1984; Lampert;1988; Schoenfeld, 1985; Steffe, Cobb, & Von Glaserfeld, 1988). Semua metode ini merniliki suatu karakteristik umum, mereka semua terlalu interaktif. Mengajar dengan cara ini perlu mempertimbngkan pengetahuan matematika sebagai kehlian pendidikan. Bagaimana guru dapat menyarankan siswanya jika mereka tidak cukup tahu tentang matematika dengan baik untuk merasakan dimana dugaan utamanya? Jadi, kekuatan besar konstruktivis itu merupakan keutamaan guru untuk berpikir kritis dan imajinatif tentang proses belajar mengajar. Mempercayai landasan pemikiran konstruktivisme, guru tidak melihat terlalu lama untuk suatu penyelesaian sederhaira, dan guru inemiliki himpunan kekuatan untuk menilai kemungkinan pilihannya pada metode mengajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar