KONTRIBUSI FILSAFAT DENGAN BAHASA
Filsafat
telah melahirkan bahasan tentang bentuk bahasa (ekspresi) dan makna. Bentuk
bahasa secara umum direpresentasikan oleh tata bahasa sedangkan makna dibahas
secara mendalam dalam kajian Semantik. Tentang tata bahasa, pada jaman Yunani
beberapa filsuf saat itu memberikan gambaran- gambaran yang sangat jelas,
sebagai contoh Plato memperkenalkan onoma dan rhemata seperti telah disebutkan
sebelumnya, dimana onoma berfungsi sebagai subjek dan rhemata berfungsi sebagai
predikat. Ini memberikan dasar lebih lanjut pada perkembangan teori tata bahasa
secara umum, meskipun pada abad-abad selanjutnya terjadi perbedaan yang cukup
mendasar, yang bisa saja disebabkan oleh perbedaan interpretasi dan
perkembangan pemikiran manusia. Pada ujung kontinuum lainnya terdapat makna.
Proses pencarian makna ini tentu tidak hanya dikaitkan pada struktur atau tata
bahasa saja, namun juga dipengaruhi oleh konteks yang dalam filsafat berkaitan
dengan kebenaran pragmatis.
Makna secara umum menjadi fokus utama kajian
Semantik, di mana di dalamnya beragam unsur filsafat ditemukan. Konsep-konsep
sinonim, antonim, hiponim, meronim, dsb. Diperkenalkan sedemikian rupa untuk
dapat menghasilkan pemaknaan yang tepat akan sebuah pernyataan. Di dalam
Semantik ini sebenarnya bernaung sebuah kajian yang saat ini disebut dengan
Pragmatik. Pragmatik sendiri pada dasarnya merupakan kajian tentang bagaimana
bahasa dipergunakan. Pernyataan tertentu akan beragam maknanya menyesuaikan
dengan konteksnya, di mana dalam teori kebenaran pragmatis, sebuah pernyataan
akan dianggap benar apabila dapat memberikan manfaat praktis bagi manusia. J.L.
Austin dapat disebut sebagai salah seorang yang telah memberikan jasa besar
bagi perkembangan dunia Pragmatik. Bahasan tentang tindak tutur (Locutionary
Acts, Illocutionary Acts, dan Perlocutionary Acts) dijabarkan dengan mendalam
sehingga dapat dibedakan satu sama lainnya. Ahli bahasa lainnya, semisal Searle
(1975), kemudian mengembangkan teori-teori Pragmatik lebih lanjut dengan
membedakan tindak tutur itu menjadi lima kelompok utama, yaitu: a)
representatif (berbentuk pernyataan), b) direktif (berbentuk pertanyaan,
permintaan dan perintah, c) komisif (berbentuk pernyataan janji, tekad,
jaminan, sumpah, dan persetujuan, d) ekspresif (pernyataan perasaan tentang
sesuatu, seperti ucapan terima kasih, mohon maaf, dan ucapan selamat); dan e)
deklaratif (berbentuk pengumuman, pemberitahuan, proklamasi, dan pemberian
nama).
Dalam dunia pengajaran bahasa,
filsafat juga memberikan jalan yang sangat luas, dimulai dari teori-teori
tentang pemerolehan bahasa baik berdasarkan pandangan behaviorisme,
kognitivisme, dsb. Teori-teori tersebut tentu didasarkan pada pernyataan-
pernyataan filsafat dari filsuf kenamaan pada zaman-zaman sebelumnya. Secara
praktis, dapat kita ambil sebuah contoh. Dalam pengajaran menulis, kita sering
disuguhkan dengan dua teknik utama penyampaian ide, apakah secara induktif dan
deduktif. Induktif mengikuti filosofi empirisme yang bertitik tolak dari
fakta-fakta yang bersifat khusus dan dengannya mengambil kesimpulan yang
bersifat umum. Pada sisi lain, deduktif berpedoman pada aliran rasionalisme
dengan bertitik tolak dari sesuatu yang umum untuk mendapatkan sesuatu yang
bersifat khusus. Kedua metode ini sangat membantu dalam proses belajar menulis. Dengan demikian, dapat kita lihat bahwa
filsafat benar-benar memberikan nuansa dalam perkembangan bahasa baik secara
teoritis maupun praktis. Meskipun terdapat perbedaan-perbedaan di antara para
filsuf namun bukan berarti harus saling menyalahkan. Kebenaran selalu berada
dalam proses pencarian dan akan sangat bersifat relatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar