KONTRUKSTIVISME SEBAGAI EPISTEMOLOGI
Konstruktivisme
sebagai Epistemologi Konstruktivis, mengikuti Piaget, biasanya menolak perta-
nyaan ini sebagai bentuk dari kesalahan filosofi. Dalam pandangan ini
epistemologi dan psikologi terlalu ruwet satu sama lainnya sehingga tidak
dicoba untuk memisahkan keduanya. Konstruktivis mempunyai artiyang dalam
disini, satunya dipertajam pada bagian awal filosofi pragmatisme dan
kontemporer yang cenderung ke arah pragrnatisme. Pertanyaan dapat secara logis
dipatahkan dalarn dua bagian. Pertama, apakah mempunyai asumsi untuk mengerja-
kan dengan membenarkan status tuntutan pengetahuan secara umum? Diberikan
pernryataan yang diakhiri sebagai bagian dari pengetahuan, bagaimana dengan
klaim tentang konstruksi yang dapat membantu manusia untuk memutuskan apakah
rnenjadi bagian dari batang tubuh pengetahuan dan apakah tidak? Kedua, jika
guru fokus pada siswa, bagaimana ia menilai kapan mereka tahu dan kapan mereka
tidak tahu? Ini dua pertanyaan dasar tentang epistemologi. Hal-hal yang dapat
dipertimbangkan, pertama, pengetahuan sebagai serangkaian dalam domain publik.
Disini dapat ditanyakan apakah berarti mengatakan: Joe tahu p, keinudian guru
bertanya, apakah artinya klaim p sebagai bagian pengetahuan. Satu dari
pertanyaan pertama guru ketika ia dihadapkan dengan tuduhan klaim pengetahuan,
"Siapa yang berkata"? jika p adalah penyataan matematika, guru
mungkin lebih menerima jika George Polya atau John Von Neuman adalah sumber
jik4 mengatakan, Ronald Reagen atau murid sekolah tinggi lokal datang dengan
ini. Para matematikawan rnempunyai otoritas bahwa dua yang lain tidak ada.
Penilaian
guru tentu tidak didasarkan pada otoritas buruk. Otoritas matematikawan tidak
seperti Paus (atau, paling tidak, seperti itu). Guru tidak menerima kata mereka
secara sederhana karena pekedaan mereka menganugerahkan otoritas yang tidak
dapat disangkal. Lebih dari itu guru menerima p, sementara, karena ia tahu bahrva
matematikawan terdiri dari komunitaas semua obyek klaim, pengetahuan untuk
penelitian dengan cermat, dan kriteria untuk penelitian somacam itu selanjutnya
dilihat oleh sernua komunitas. Faktanya $ika hanya satu) bahwa p telah dibangun
tidak relevan sebagai kriteria untuk status sebagai pengetahuan. Konstruktivis
adalah benar ketika guru menduga bahwa asal usul dari p tidak tak relevan untuk
pertumbuhan pengetahuan matematika, keduanya tidak relevan untuk sesuatu
pembelajaran tentang p. mempelajari konstruksi dari p dapat menunjukkan
kelompok yang obyektif, perevisian, dan hipotesis baru (Lakatos, n1976), dan
itu dapat dibuktikan sebagai wawasan untuk pembelajar (siswa). Apakah
konstruksi tidak dapat dikerja- kan, bagaimanapun, kecuali bagian ini
dibuktikan sendiri, untuk menetapkan status p sebagai pengetahuan. Fakta bahwa
p telah dikonstruk mengatakan pada guru bahwa tidak ada tentang kebenaran,
pengetahuan, pembenaran untuk kepercayaan, atau bukti secara alami, semua
ketertarikan tradisional dan epistemologi. Tetapi, asumsi konstruktivis
seharus- nya diikuti oleh suatu perubahan epistemologi. Telah diterima landasan
dasar pemikiran konstruktivis, tidak ada masukan dalam melihat dasar atau
penggunaan bahasa dari kebenaran absolut. Posisi konstrukiivis sesungguhnya
pada post-epistemologi, dan bahwa ini mengapa dapat menjadi sangat kuat dalam
melahirkan metode baru pada penelitian dan pembelajaran . Pertanyaan utama pada
bagian kedu4 bagaimana asumsi konstruk-tivis menolong guru untuk memutuskanyang
mana siswa yang sudah tahu? Semua pengetahuan dibangun, jika pemikiran Neisser
sebagai klaim epistemologi adalah trivial. Guru tidak dapat membedakan antara
pengetahuan dan hasil mental yang lain, atau bahkan kesalahan, karena kebaikan
konstruksi mereka. Suatu kendala muncul dalam mengatakan konstruktivis: pada
satu sisi, jika siswa mengingat p, guru sering menyangkal bahwa siswa
rqrerniliki pengetahuan tentang p, bahkan jika ditetapkan dengan baik dalam kelas; jika pada sisi yang lain, siswa memiliki q sebagai
hasil dari konstruksi, guru terkadang menerima q sebagai pengetahuan bahkan
jika diperagakan dengan salah.
Selanjutnya, bagaimana konstruktivis dapat menolak sebagai klaim
pengetahuan? Mereka dapat memulai mengatakan bahwa siswa tidak dapat memberikan
jawaban yang cukup untuk x. Contoh, bagaimana x memperoleh? Tetapi guru tidak
dapat berharap siswa menjadi mampu memberi tipe ini untuk menjawab x terbanyak.
"Bagaimana kamu memperolehnya?" sebuah pertanyaan yang biasanya guru
berikan. Jawaban yang diterima unhrk pertanyaan dasar ini tidak bisa diacuhkan
dengan begitu saja karena telah dibentuk dari batang tubuh pengetahuan
matematika dan aturan berpikir yang diletakkan pada komunitas matematika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar