Selasa, 13 Desember 2016

KONTRUKSTIVISME SEBAGAI EPISTEMOLOGI

KONTRUKSTIVISME SEBAGAI EPISTEMOLOGI

Konstruktivisme sebagai Epistemologi Konstruktivis, mengikuti Piaget, biasanya menolak perta- nyaan ini sebagai bentuk dari kesalahan filosofi. Dalam pandangan ini epistemologi dan psikologi terlalu ruwet satu sama lainnya sehingga tidak dicoba untuk memisahkan keduanya. Konstruktivis mempunyai artiyang dalam disini, satunya dipertajam pada bagian awal filosofi pragmatisme dan kontemporer yang cenderung ke arah pragrnatisme. Pertanyaan dapat secara logis dipatahkan dalarn dua bagian. Pertama, apakah mempunyai asumsi untuk mengerja- kan dengan membenarkan status tuntutan pengetahuan secara umum? Diberikan pernryataan yang diakhiri sebagai bagian dari pengetahuan, bagaimana dengan klaim tentang konstruksi yang dapat membantu manusia untuk memutuskan apakah rnenjadi bagian dari batang tubuh pengetahuan dan apakah tidak? Kedua, jika guru fokus pada siswa, bagaimana ia menilai kapan mereka tahu dan kapan mereka tidak tahu? Ini dua pertanyaan dasar tentang epistemologi. Hal-hal yang dapat dipertimbangkan, pertama, pengetahuan sebagai serangkaian dalam domain publik. Disini dapat ditanyakan apakah berarti mengatakan: Joe tahu p, keinudian guru bertanya, apakah artinya klaim p sebagai bagian pengetahuan. Satu dari pertanyaan pertama guru ketika ia dihadapkan dengan tuduhan klaim pengetahuan, "Siapa yang berkata"? jika p adalah penyataan matematika, guru mungkin lebih menerima jika George Polya atau John Von Neuman adalah sumber jik4 mengatakan, Ronald Reagen atau murid sekolah tinggi lokal datang dengan ini. Para matematikawan rnempunyai otoritas bahwa dua yang lain tidak ada.

Penilaian guru tentu tidak didasarkan pada otoritas buruk. Otoritas matematikawan tidak seperti Paus (atau, paling tidak, seperti itu). Guru tidak menerima kata mereka secara sederhana karena pekedaan mereka menganugerahkan otoritas yang tidak dapat disangkal. Lebih dari itu guru menerima p,  sementara, karena ia tahu bahrva matematikawan terdiri dari komunitaas semua obyek klaim, pengetahuan untuk penelitian dengan cermat, dan kriteria untuk penelitian somacam itu selanjutnya dilihat oleh sernua komunitas. Faktanya $ika hanya satu) bahwa p telah dibangun tidak relevan sebagai kriteria untuk status sebagai pengetahuan. Konstruktivis adalah benar ketika guru menduga bahwa asal usul dari p tidak tak relevan untuk pertumbuhan pengetahuan matematika, keduanya tidak relevan untuk sesuatu pembelajaran tentang p. mempelajari konstruksi dari p dapat menunjukkan kelompok yang obyektif, perevisian, dan hipotesis baru (Lakatos, n1976), dan itu dapat dibuktikan sebagai wawasan untuk pembelajar (siswa). Apakah konstruksi tidak dapat dikerja- kan, bagaimanapun, kecuali bagian ini dibuktikan sendiri, untuk menetapkan status p sebagai pengetahuan. Fakta bahwa p telah dikonstruk mengatakan pada guru bahwa tidak ada tentang kebenaran, pengetahuan, pembenaran untuk kepercayaan, atau bukti secara alami, semua ketertarikan tradisional dan epistemologi. Tetapi, asumsi konstruktivis seharus- nya diikuti oleh suatu perubahan epistemologi. Telah diterima landasan dasar pemikiran konstruktivis, tidak ada masukan dalam melihat dasar atau penggunaan bahasa dari kebenaran absolut. Posisi konstrukiivis sesungguhnya pada post-epistemologi, dan bahwa ini mengapa dapat menjadi sangat kuat dalam melahirkan metode baru pada penelitian dan pembelajaran . Pertanyaan utama pada bagian kedu4 bagaimana asumsi konstruk-tivis menolong guru untuk memutuskanyang mana siswa yang sudah tahu? Semua pengetahuan dibangun, jika pemikiran Neisser sebagai klaim epistemologi adalah trivial. Guru tidak dapat membedakan antara pengetahuan dan hasil mental yang lain, atau bahkan kesalahan, karena kebaikan konstruksi mereka. Suatu kendala muncul dalam mengatakan konstruktivis: pada satu sisi, jika siswa mengingat p, guru sering menyangkal bahwa siswa rqrerniliki pengetahuan tentang p, bahkan jika ditetapkan dengan baik dalam kelas;  jika pada sisi yang lain, siswa memiliki q sebagai hasil dari konstruksi, guru terkadang menerima q sebagai pengetahuan bahkan jika diperagakan dengan salah.  Selanjutnya, bagaimana konstruktivis dapat menolak sebagai klaim pengetahuan? Mereka dapat memulai mengatakan bahwa siswa tidak dapat memberikan jawaban yang cukup untuk x. Contoh, bagaimana x memperoleh? Tetapi guru tidak dapat berharap siswa menjadi mampu memberi tipe ini untuk menjawab x terbanyak. "Bagaimana kamu memperolehnya?" sebuah pertanyaan yang biasanya guru berikan. Jawaban yang diterima unhrk pertanyaan dasar ini tidak bisa diacuhkan dengan begitu saja karena telah dibentuk dari batang tubuh pengetahuan matematika dan aturan berpikir yang diletakkan pada komunitas matematika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar