Sabtu, 31 Desember 2016

HUKUM TIGA TAHAP AUGUSTE COMTE



HUKUM TIGA TAHAP AUGUSTE COMTE

Comte termasuk pemikir yang digolongkan dalam Positivisme yang memegang teguh bahwa strategi pembaharuan termasuk dalam masyarakat itu dipercaya dapat dilakukan berdasarkan hukum alam. Masyarakat positivus percaya bahwa hukum-hukum alam yang mengendalikan manusia dan gejala sosial da[at digunakan sebagai dasar untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan sosial dan politik untuk menyelaraskan institusi-institusi masyarakat dengan hukum-hukum itu.
Comte juga melihat bahwa masyarakat sebagai suatu keseluruhan organisk yang kenyataannya lebih dari sekedar jumlah bagian-bagian yang saling tergantung. Dan untuk mengerti kenyataan ini harus dilakukan suatu metode penelitian empiris, yang dapat meyakinkan kita bahwa masyarakat merupakan suatu bagian dari alam seperti halnya gejala fisik.
Untuk itu Comte mengajukan 3 metode penelitian empiris yang biasa juga digunakan oleh bidang-bidang fisika dan biologi, yaitu pengamatan, dimana dalam metode ini [eneliti mengadakan suatu pengamatan fakta dan mencatatnya dan tentunya tidak semua fakta dicatat, hanya yang dianggap penting saja. Metode kedua yaitu Eksperimen, metode ini bisa dilakukans ecara terlibat atau pun tidak dan metode ini memang sulit untuk dilakukan. Metode ketiga yaitu Perbandingan, tentunya metode ini memperbandingkan satu keadaan dengan keadaan yang lainnya.
Dengan menggunakan metode-metode diatas Comte berusaha merumuskan perkembangan masyarakat yang bersifat evolusioner menjadi 3 kelompok yaitu, pertama, Tahap Teologis, merupakan periode paling lama dalam sejarah manusia, dan dalam periode ini dibagi lagi ke dalam 3 subperiode, yaitu Fetisisme, yaitu bentuk pikiran yang dominan dalam masyarakat primitif, meliputi kepercayaan bahwa semua benda memiliki kelengkapan kekuatan hidupnya sendiri. Politheisme, muncul adanya anggapan bahwa ada kekuatan-kekuatan yang mengatur kehidupannya atau gejala alam. Monotheisme, yaitu kepercayaan dewa mulai digantikan dengan yang tunggal, dan puncaknya ditunjukkan adanya Khatolisisme.
Kedua, Tahap Metafisik merupakan tahap transisi antara tahap teologis ke tahap positif. Tahap ini ditandai oleh satu kepercayaan akan hukum- hukum alam yang asasi yang dapat ditemukan dalam akal budi. Ketiga, Tahap Positif ditandai oleh kepercayaan akan data empiris sebagai sumber pengetahuan terakhir, tetapi sekali lagi pengetahuan itu sifatnya sementara dan tidak mutlak, disini menunjukkan bahwa semangat positivisme yang selalu terbuka secara terus menerus terhadap data baru yang terus mengalami pembaharuan dan menunjukkan dinamika yang tinggi. Analisa rasional mengenai data empiris akhirnya akan
memungkinkan manusia untuk memperoleh hukum-hukum yang bersifat uniformitas.
Comte mengatakan bahwa disetiap tahapan tentunya akan selalu terjadi suatu konsensus yang mengarah pada keteraturan sosial, dimana dalam konsensus itu terjadi suatu kesepakatan pandangan dan kepercayaan bersama, dengan kata lain sutau masyarakat dikatakan telah melampaui suatu tahap perkembangan diatas apabila seluruh anggotanya telah melakukan hal yang sama sesuai dengan kesepakatan yang ada, ada suatu kekuatan yang dominan yang menguasai masyarakat yang mengarahkan masyarakat untuk melakukan konsensus demi tercapainya suatu keteraturan sosial.
Pada tahap teologis, keluarga merupakan satuan sosial yang dominan, dalam tahap metafisik kekuatan negara-bangsa (yang memunculkan rasa nasionalisme/ kebangsaan) menjadi suatu organisasi yang dominan. Dalam tahap positif muncul keteraturan sosial ditandai dengan munculnya masyarakat industri dimana yang dipentingkan disini adalah sisi kemanusiaan. (Pada kesempatan lain Comte mengusulkan adanya Agama Humanitas untuk menjamin terwujudnya suatu keteraturan sosial dalam masyarakat positif ini).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar