IMMANUEL
KANT DAN ILMU FILSAFATNYA
Immanuel Kant adalah filsuf
kelahiran Jerman, tepatnya di Konigsberg, sebuah kota kecil di Prusia Timur
pada 22 April 1724, dan meninggal di Konigsber pada 12 februari 1804 tepat
dengan usianya yang ke 79 tahun. Dia lahir dari pasangan Johan Georg Kant dan
Anna Regina Kant. Ibunya meninggal saat Kant berumur 13 tahun, sedangkan ayah
Kant meninggal saat dia berumur hampir 22 tahun. Keluarga Kant penganut agama
Pietisme, yaitu agama di Jerman yang mendasarkan keyakinannya pada kesalehan
pribadi, pengalaman religius dan studi kitab suci.
Pada tahun 1755-1770, Kant
bekerja sebagai dosen di Universitas Konigsberg, Kant memberikan kuliah di
bidang matematika dan fisika, serta mempublikasikan beberapa naskah ilmiah
dengan berbagai macam topik. Mata kuliah itu dibinanya lebih dari 40 tahun,
bahkan disamping mata kuliah itu, ia juga memberikan mata kuliah lain,
diantaranya adalah geografi, antropolgi, teologi, dan filsafat moral.
Imanuel Kant mendefinisikan
filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala
pengetahuan. Menurut Kant ada empat hal yang dikaji dalam filsafat yaitu: apa
yang dapat manusia ketahui? (metafisika), apa yang seharusnya diketahui
manusia? (etika), sampai dimana harapan manusia (agama) dan apakah manusia itu?
(antropologi). Defenisi Filsafat ini mempengaruhi semua pemikiran Imamuel Kant.
Pada pertanyaan pertama
Immanuel Kant bahwasannya yang dapat manusia ketahui adalah hati mereka sendiri
dan menurut Kant, pengetahuan yang mutlak sebenarnya memang tidak akan ada bila
seluruh pengetahuan datang melalui indera. Akan tetapi bila pengetahuan itu
datang dari luar melalui akal murni, yang tidak bergantung pada pengalaman,
bahkan tidak bergantung pada indera, yang kebenarannya apriori. Kant memulainya dengan mempertanyakan
apakah ada yang dapat kita ketahui seandainya seluruh benda dan indera dibuang.
Seandainya tidak ada benda dan tidak ada alat pengindera, apakah ada sesuatu
yang dapat kita ketahui?.
Menurut Kant, pengetahuan
manusia muncul dari dua sumber utama yaitu pengalaman pancaindra dan pemahaman
akal budi (rasio). Pengalaman yang diperoleh melalui pancaindra kita kemudian
diolah oleh pemahaman rasio kita dan menghasilkan pengetahuan. Itu sebabnya
pengetahuan manusia selalui bersifat apriori dan aposteriori secara bersamaan.
Tanpa pengalaman indrawi maka pengetahuan hanyalah konsep-konsep belaka, tetapi
tanpa pemahaman rasio pun pengalaman indrawi hanya merupakan kesan-kesan panca
indra belaka yang tidak akan sampai pada keseluruhan pengertian yang teratur
yang menjadikannya sebagai sebuah pengetahuan.
Pertanyaan kedua yang harus
diketahui manusia adalah Moralitas manusia adalah objek kajian etika yang telah
berusia sangat lama. Sejak manusia terbentuk, persoalan perilaku yang sesuai
dengan moralitas telah menjadi bahasan. Berkaitan dengan hal itu, kemudian
muncul dua teori yang menjelaskan bagaimana suatu perilaku itu dapat diukur
secara etis yaitu Deontologis dan Teologis. Teori Deontologis dihasilkan oleh
pemikiran Immanuel Kant. Tiga prinsip yang harus dipenuhi: Pertama, supaya suatu tindakan
mempunyai nilai moral, tindakan itu harus dijalankan berdasarkan kewajiban.
Kedua, nilai moral dari tindakan itu tidak tergantung pada tercapainya tujuan
dari tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang
untuk melakukan tindakan itu (walaupun tujuannya tidak tercapai, tindakan itu
sudah dinilai baik). Ketiga, sebagai konsekuensi dari kedua prinsip itu,
kewajiban adalah hal tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada
hukum moral universal.
Menurut Kant ada tiga
kemungkinan seseorang menjalankan kewajibannya, pertama, ia memenuhi kewajiban
karena hal itu menguntungkannya. Kedua, ia memenuhi kewajibannya karena ia
terdorong dari perasaan yang ada didalam hatinya, misalnya rasa kasihan. Ketiga,
ia memenuhi kewajibannya kerena kewajibannya tersebut, karena memang ia mau
memenuhi kewajibannya.
Pertanyaan ketiga adalah sampai
mana harapan manusia berakhir. menurut Kant, manusia itu tidak akan selalu
mencapai kondisi keutamaan. Tidak akan pernah manusia mencapai kesesuaian
kehendak dengan hukum moral. Karena apabila manusia bisa mencapai kesesuaian
ini tanpa putus maka itu adalah kesucian dan tidak ada manusia yang akan pernah
mencapai kesucian mutlak. Manusia hanya akan selalu berusaha untuk mencapai
kesucian itu, dan itu adalah perjuangan tanpa akhir. Karena egoisme dan sifat
dasar manusia lainnya, maka perjuangan mencapai kesucian itu adalah perjuangan
tanpa akhir. Oleh sebab itu, keutamaan yang menjadi elemen kebaikan tertinggi
yang menurpakan tujuan akhir dari hukum moral tidak akan pernah bisa
direalisasikan selama manusia hidup. Dengan kata lain kondisi ideal dimana
terjadi kesesuaian antara kehendak dan hukum moral adalah jika manusia sudah
tidak memiliki kehendak (mati), tetapi apabila setelah mati tidak ada kehidupan
maka kondisi ideal itu juga tidak akan tercapai. Oleh sebab itu, maka hukum
moral mengandaikan bahwa jiwa itu abadi. Bahkan setelah raga ini mati jiwa akan
selalu abadi untuk mencapai kondisi ideal berupa kebaikan tertinggi.
Pertanyaan keempat adalah
arti dari manusia sendiri adalah Kant mengatakan bahwa hanya manusialah tujuan
pada dirinya, dan bukan semata-mata alat atau sarana yang boleh diperlakukan
sewenang-wenang. Di dalam segala tindakan manusia baik yang ditujukan kepada dirinya
sendiri maupun kepada orang lain, manusia harus dipandang serentak sebagai
tujuan.
Bagi Kant, manusialah aktor
yang mengkonstruksi dunianya sendiri. Melalui apriori formal, jiwa manusia
mengatur data kasar pengalaman (pengindraan) dan kemudian membangun ilmu-ilmu
matematika dan fisika. Melalui kehendak yang otonomlah jiwa membangun
moralitas. Dan melalui perasaan (sentiment) manusia menempatkan realitas dalam
hubungannya dengan tujuan tertentu yang hendak dicapai (finalitas) serta
memahami semuanya secara in heren sebagai yang memiliki tendensi kepada
kesatuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar